REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno mengatakan meski pun Grabcar telah berbadan hukum namun mereka juga harus menentukan argo yang disesuaikan pemerintah. Alasannya, yang namanya tarif harus ditetapkan pemerintah, karena ada tarif minimal dan maksimal. "Itu yang menerapkan pemerintah SK-nya, tidak boleh mereka menetapkan sendiri," tutur dia, Kamis (17/3).
Namun persoalan mematikan atau tidak angkutan lain, Djoko mengatakan hal itu tergantung pasar. Meski pun dampak lainnya, mereka akan rugi sendiri. GrabCar yang telah memiliki badan hukum dianggap baik, tinggal mereka mengikuti UU lain yang ada di lalu lintas.
(Baca Juga: Setelah Berbadan Hukum, Grabcar takkan Naikkan Tarif)
Djoko mengatakan secara operasional Grabcar harus mengurus izin selanjutnya. "Kalau ruang lingkup DKI, ya DKI saja. Jika nanti ruang lingkup DKI dan Jawa Barat, izinnya di Kementerian Perhubungan," kata dia.
Dia menambahkan kendaraan yang digunakan GrabCar nantinya berplat kuning, karena jenisnya angkutan umum. Namun jika mereka ingin plat hitam juga bisa, tapi harus melapor kepada kepolisian agar memberikan tanda khusus. "Punya syarat apa, badan hukumnya bagaimana. Itu bisa, sebagai contoh di Bali, ada angkutan umum berplat hitam," kata dia.
Dia menegaskan mereka membayar pajak karena ingin memenuhi keinginan konsumen sehingga menggunakan plat hitam. Di plat hitam tersebut, Djoko mengatakan, nanti akan ada tanda khusus di ujung nomor.