REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta untuk meninjau ulang sejumlah peraturan yang dianggap justru menyulitkan pelaku usaha perikanan. Alasannya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selama ini justru dinilai mengeluarkan kebijakan yang mematikan perekonomian para nelayan di sejumlah daerah. Setidaknya 30 Asosiasi lantas berkumpul untuk menyatakan kekecewaannya atas kinerja KKP selama ini.
Beberapa peraturan yang dinilai mematikan perekonomian nelayan di antaranya adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP0 nomor 56 tahun 2014 tentang Penghentian Sementara atau Moratorium Perizinan Usaha Perikanan Tangkap serta Permen KP nomor 57 tahun 2014 yang melarang operasi alih muat atau transshipment di tengah laut. Tak hanya itu, beleid lain yang ikut digugat adalah Permen KP nomor 1 tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan, serta Permen KP nomor 2 tahun 2015 yang isinya melarang penggunaan alat tangkap ikan berupa pukat hela dan pukat tarik.
Ketua Umum Asosiasi Industri Pengalengan Ikan Indonesia Adi Surya mengambil contoh, dampak nyata peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah bisa dilihat di Bitung, Sulawesi Utara. Ia mengatakan, industri ikan tuna cakalang di Bitung terseok-seok menghadapi dampak dari berbagai Permen yang dirilis oleh KKP. Akibat larangan kapal pengangkut ikan eks-asing serta larangan alih muatan di tengah laut, Bitung kehilangan 40 persen pasokan yang membuat akhirnya banyak industri yang tutup warung. Akibatnya, tidak sedikit yang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya.
"Kita tidak melihat dari mana kapal itu karena buat kita yang penting ada ikan masuk untuk penuhi kebutuhan pabrik. Begitu aturan menteri berjalan, ikan tidak masuk Bitung," ujar Adi saat konferensi pers bersama asosiasi perikanan lainnya, awal pekan ini.
Akibatnya, kata dia, Bitung yang sebelumya dikenal sebagai daerah pengekspor ikan justru saat ini mau tak mau mengimpor ikan. Adi juga menambahkan, efek buruk yang harus siap dihadapi oleh pemerintah serta rakyat akibat beleid yang dijalankan selama ini adalah hilangnya pasar perikanan di luar negeri yang sebelumnya dipasok dari Indonesia.
"Kita terancam diserbu asing, adanya PHK, serta kehilangan devisa," kata Adi.
Menanggapi protes sejumlah asosiasi, Menteri KKP Susi Pudjiastuti menegaskan tetap akan melanjutkan kebijakannya dalam menata industri perikanan nasional, khususnya terkait pemberantasan penangkapan ikan ilegal. Susi mengaku, kebijakannya akan berdampak buruk pada kalangan perikanan tertentu akibat praktik yang dijalankan selama ini memang menyalahi aturan. Namun, ia justru meminta pelaku industri perikanan untuk menyesuaikan diri dengan aturan yang ada sehingga bisnis bisa berjalan baik tanpa berbenturan dengan peraturan.
"Saya pahami para pemilik kapal yang terpaksa berhenti karena alat tangkap (tidak sesuai). Ya ganti lah sesuai dengan aturan pemerintah. Kami hanya ingin pastikan sumber daya ini tetap lestari diambil dengan baik. Kecuali kalau PDB tumbuh menurun. Kalau policy hanya kena beberapa kelompok, kami mau selamatkan rakyat banyak dong, tidak hanya kelompok tertentu," kata Susi, Kamis (17/3).
Susi lantas melanjutkan, pihaknya mencatat bahwa pelaku industri perikanan yang menjalankan bisnisnya sesuai dengan peraturan yang ia tetapkan justru mengalami peningkatan produksi secara pesat. Ia mencontohkan, kapal penangkap ikan di Muara Baru yang masih beroperasi dengan alat tangkap yang sesuai bisa mendapat ikan hasil tangkapan dua kali lipat dari biasanya. Alasannya, kapal yang sebelumnya menangkap dengan alat tangkap yang dilarang kini tidak beroperasi.
"Mereka jalankan dengan kapal mereka yang benar. Kalau asosiasi ini kapalnya besar-besar," kata Susi.