REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Sebuah serangan bom bunuh diri mengguncang kawasan bisnis di jantung Ibukota Turki, Istanbul, pada Sabtu (19/3) waktu setempat. Akibat serangan tersebut, setidaknya empat orang tewas dalam insiden tersebut, dua diantaranya adalah warga negara Israel.
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu, mengkonfirmasi soal tewasnya dua warga negara Israel dalam kejadian tersebut. Jumlah ini pun diperkirakan bisa bertambah jika nantinya satu orang lagi dinyatakan meninggal dunia. Sebelumnya, pihak otoritas Israel menyebut setidaknya 11 warga negara mereka mengalami luka-luka akibat kejadian tersebut.
Netanyahu pun menduga kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) berada di belakang insiden ini. ''Ada informasi awal yang menyebut, anggota ISIS yang melakukan serangan ini. Tapi itu masih menjadi informasi awal, masih akan kami dalami lagi,'' ujar Netanyahu seperti dikutip Reuters, Ahad (20/3).
Sementara pihak otoritas Turki menyebut, satu warga negara Iran dipastikan menjadi korban dalam serangan bom bunuh diri yang terjadi sekitar beberapa ratus meter dari lokasi parkir bus polisi. Sedangkan pemerintah Irlandia menyebut, sejumlah warga Irlandia juga terluka dalam serangan tersebut.
Hingga saat ini, setidaknya sudah ada 36 orang yang mengalami luka-luka akibat serangan yang terjadi di sepanjang jalan Istiklal, Istanbul, tersebut. Jalan ini memang dikenal sebagai salah satu kawasan perbelanjaan elit di kota Istanbul dan diisi oleh toko-toko internasonal serta konsulat-konsulat asing.
Perdana Menteri Turki, Ahmet Davutoglu, mengutuk keras insiden tersebut dan menyebut serangan tersebut tidak berperikemanusiaan. Davutoglu memastikan, semua upaya terorisme ini tidak akan pernah berhasil dan bakal selalu gagal. Saat ini, Turki memang tengah menghadapi ancaman dari ISIS, yang datang dari Suriah, dan perkembangan pemberontak Kurdi di bagian tenggara Turki
''Semua sumber-sumber teroris tidak akan pernah mencapai tujuan mereka. Kami tidak akan pernah berhenti untuk memerangi terorisme. Hingga terorisme itu sepenuhnya berhenti,'' ujar Davutoglu dalam pernyataan tertulisnya.