Ahad 20 Mar 2016 17:49 WIB

Pemerintah Diminta Bentuk Komisi Pengawas Umrah Indonesia

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi Jamaah Umrah
Foto: Republika/Heri Ruslan
Ilustrasi Jamaah Umrah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Rabithah Haji Indonesia, Ade Marfuddin mendesak pemerintah segera membentuk Komisi Pengawas Umrah Indonesia. Ade mengatakan komisi ini sangat diperlukan untuk melindungi para jamaah dari segala bentuk kerugian yang berkaitan dengan penyelenggaraan umrah.

“Sudah saatnya dibentuk komisi pengawas umrah Indonesia. Ini sangat mendesak sekali mengingat tingginya antusias dan jumlah jamaah umrah setiap tahunnya,” ujar Ade saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (20/3).

Seperti Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), lanjut Ade, Komisi Pengawas Umrah Indonesia berfungsi melakukan pertimbangan, penyidikan dan pemantauan terhadap penyelenggaraan umrah hingga terkait urusan pembiayaan. Melalui komisi ini, masyarakat juga dapat melakukan pengaduan apabila terjadi penipuan oleh travel umrah.

Menurut Ade, travel yang melakukan penipuan dan penelantaran jamaah umrah tidak cukup hanya diberikan teguran tetapi perlu dibentengi dengan Komisi Pengawas Umrah Indonesia. Selain itu, melihat tingginya minat masyarakat berumrah serta menjamurnya travel umrah, Ade mengusulkan agar pemerintah menetapkan standar layanan yang harus diterapkan oleh setiap travel umrah. 

Standar layanan ini juga harus dikoordinasikan dengan pihak perwakilan travel di Tanah Suci. “Apabila terjadi kasus jamaah yang tidak bisa pulang bersama rombongan, maka perwakilan travel yang bertugas memulangkan jamaah,” kata dia menambahkan.

Lebih jauh, bagi travel yang sudah memiliki calon jamaah di atas 600 orang harus sudah memiliki sertifikasi profesi travel. Sertfikasi ini penting karena menandakan tanggungjawab profesionalisme sebuah penyelenggara travel umrah terhadap layanan jamaah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement