REPUBLIKA.CO.ID -- ''Ibarat langit dan bumi..!” Begitulah para sejarawan kerap menggambarkan perbedaan antara kota-kota di dunia Islam dengan Eropa di era kekhalifahan.
London dan Paris--kini metropolis dunia--pada masa kejayaan Islam hanyalah kota kumuh dengan jalanan becek yang penuh lumpur ketika hujan.
Kondisi itu sungguh berbeda dengan Baghdad dan Cordoba--dua metropolitan dunia--yang berkembang sangat pesat di zaman kejayaan Islam.
Sejarawan Barat, Philip K Hitti, dalam bukunya yang termasyhur, History of Arab, melukiskan jalan-jalan di kedua metropolis Islam itu begitu licin berlapiskan aspal.
"Seni membuat jalan sungguh telah berkembang pesat di tanah-tanah Islam," ungkap Hitti. Menurutnya, bermil-mil jalan di Kota Cordoba--pusat kekhalifahan Islam di Spanyol--begitu mulus dilapisi dengan aspal.
Tak cuma itu, pada malam hari, jalan-jalan di Cordoba pun telah diterangi dengan lampu.
"Di malam hari, orang-orang bisa berjalan dengan aman," imbuh Hitti. "Sedangkan di London dan Paris, orang yang berjalan di waktu hujan pasti akan terperosok dalam lumpur,'' cetusnya.
Orientalis dan arkeolog terkemuka Barat, Stanley Lane-Poole, juga sangat mengagumi kehebatan pembangunan jalan di Cordoba.
"Anda dapat menelusuri jalan-jalan di Cordoba pada malam hari dan selalu ada lampu yang akan memandu perjalanan Anda," papar Lane-Poole. Sebuah inovasi dan pencapaian begitu tinggi yang belum terpikirkan peradaban Barat ketika itu. Masyarakat Barat baru mengenal pembangunan jalan berlapis aspal sekitar tujuh abad setelah peradaban Islam di Spanyol menerapkannya.