REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Miko Ginting menyatakan Jaksa Agung bisa kesampingkan perkara yang menyangkut kepentingan umum.
Ia mengatakan, Kejaksaan telah menjalankan fungsinya sebagai pengendali perkara terhadap dua kasus kriminalisasi, yaitu deponering terhadap kasus mantan Komisioner KPK (Abraham Samad dan Bambang Widjojanto) serta mengeluarkan SKPP kasus penyidik KPK (Novel Baswedan).
Ia menilai polemik kriminalisasi terus berlanjut dengan adanya pengajuan praperadilan terhadap dua keputusan itu. Bahkan Jaksa Agung turut dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri karena dianggap telah menyalahgunakan kekuasaannya.
"Jaksa Agung selaku penuntut umum tertinggi diberikan hak eksklusif untuk menjalankan kewenangan oportunitas. Jaksa Agung dapat mengesampingkan suatu perkara dengan dasar kepentingan umum. Hal ini diatur dalam Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan," ujarnya.
Ia menyebut pasal 35 huruf c UU Kejaksaan mengatur bahwa Jaksa Agung perlu memperhatikan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang terkait.
Namun, masukan tersebut tidak mengikat dan tidak ada kewajiban untuk mengikuti masukan tersebut. Sehingga menurutnya keputusan akhir tetap ada pada Jaksa Agung.
"Deponeering oleh Jaksa Agung merupakan langkah tepat karena merujuk pada kejanggalan proses pada kasus BW dan AS yang kental dengan rekayasa dan sangat dipaksakan. Selain itu, terdapat kepentingan umum masyarakat bahwa kriminalisasi tersebut dapat melemahkan gerakan antikorupsi di Indonesia," katanya.