REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Gubernur Aceh Zaini Abdullah menyatakan sejarah perdamaian Aceh mulai dari perjanjian Helsinki hingga lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh akan masuk kurikulum pendidikan di provinsi itu.
"Anak cucu kita harus sadar bahwa proses perdamaian Aceh termasuk peristiwa penting yang diakui oleh dunia internasional," kata Zaini di sela-sela meresmikan gedung Lembaga Pendidikan Islam Nurul Rahmah di Buket Teungoh, Kecamatan Jangka Buya, Pidie Jaya, Ahad (20/3).
Ia menjelaskan bahwa sejarah tentang konflik yang melanda Aceh dan akhirnya selesai dengan semangat perdamaian perlu diceritakan kepada generasi akan datang guna membangkitkan kesadaran mereka akan pentingnya memelihara perdamaian bagi keberlangsungan pembangunan Aceh.
Menurut Zaini, materi yang akan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan tersebut tidak hanya terkait dengan konflik dan perdamaian, tapi juga termasuk peran Aceh dalam mempertahankan kemerdekaan pada awal pendirian Republik Indonesia.
Ia memberi contoh Radio Rimba Raya di Bener Meriah, yang kondisinya sangat sederhana tetapi memiliki peran sejarah. Radio tersebut adalah radio yang menyiarkan status kedaulatan Indonesia dari penjajahan Belanda.
"Tapi masih sedikit dari generasi muda sekarang yang tahu," katanya.
Ia menambahkan mediator damai Aceh, Martti Ahtisaari bahkan mendapat hadiah Nobel Perdamaian berkat peran dan keterlibatannya dalam proses perundingan perjanjian damai Helsinki.
Konflik berkepanjangan yang terjadi di provinsi ujung paling barat Indonesia itu berakhir setelah penandatanganan kesepakatan damai antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Finlandia, Helsinki, 15 Agustus 2005.