REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG—Laut --sebagai jalur perdagangan dan transportasi internasional-- memiliki peran yang cukup strategis bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sebuah negara pantai.
Seiring dengan peran ini, tindak kejahatan maritim yang dihadapi negara pantai juga kian beragam. Sehingga butuh penanganan bersama untuk saling mendukung kedaulatan masing- masing negara.
Hal ini ditegaskan Kepala Badan Kemanan Laut (Bakamla) RI Laksda Arie Soedewo saat membuka The 7th Maritime Security Desktop Exercise (MSDE), di Hotel Gumaya, Semarang, Senin (21/3).
Menurut Arie, kejahatan maritim sekarang ini tidak hanya sebatas penangkapan ikan ilegal. Namun juga perompakan, penyelundupan serta masih banyak jenis kejahatan lainnya seperti armed robbery (perampokan bersenjata) di laut yang kembali marak.
Sehingga butuh kerja sama stakeholder antarnegara agar penanganan persoalan keamanan laut dapat ditangani bersama- sama. Inilah yang mendasari Bakamla RI dengan Australian Border Force untuk mengelar MSDE.
“Tujuannya untuk bersama- sama menjaga dan mengamankan sumber daya kelautan di wilayah regional Asia dan Australia terkait dengan berbagai isu terkini soal keamanan laut,” tegasnya.
Komandan Komando Perbatasan Laut Australia Admiral Peter Laver menambahkan, MSDE yang diikuti para delegasi dari 17 negara ini cukup strategis dalam menjawab tantangan keamanan laut regional.
Forum ini akan menjadi media untuk saling bertukar pengalaman, meningkatkan koordinasi keamanan, mengantisipasi berbagai kejahatan maritim hingga upaya penegakan hokum atas kejahatan maritim.
“Forum MSDE ini juga menjadi salah satu wujud solidaritas negara- negara kawasan untuk bersama- sama menjaga keamanan dari Laut China Selatan hingga Samudera Hindia,” tegasnya.
Ke-17 negara yang berpartisipasi dalam forum MSDE kali ini meliputi Indonesia, Australia, Srilanka, Republik Rakyat Cina, Hongkong, Maladewa, Korea Selatan, Pakistan, Myanmar, Kamboja, Malaysia, Filipina, PNG, Bangladesh, Thailand, India dan Singapura.