REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muhammad Syafii Antonio dala buku yang berjudul Encyclopedia of Islamic Civilization menyebutkan ketentuan mengenai pengawasan antarbangsa bertentangan dengan janji akan suatu negara Arab yang bebas yang diberikan McMahon kepada Syarif Husain.
Namun, masalah yang lebih besar ter- cipta ketika pada 2 November 1917 Menteri Luar Negeri Inggris Lord Balfour dalam suatu pernyataan kepada Lord Royhschild seorang Zionis terkemuka berjanji bahwa Inggris akan mendukung sekuatnya usaha pendirian tempat tinggal nasional (national home) bagi Bangsa Yahudi di Palestina, walaupun ditambahkan syarat bahwa hak sipil dan keagamaan kelompok non-Yahudi yang sudah berada di daerah tersebut tidak terganggu.
Pernyataan Balfour itu dikeluarkan karena sikap pribadi yang positif terhadap Zionisme dari berbagai pejabat tinggi Inggris dan untuk membujuk orang yahudi diberbagai negara agar tetap mendukung Inggris dan sekutunya dalam perang.
Janji dan perjanjjian Inggris yang bertentangan itu pada kemudian hari akan memainkan peran penting dalam konflik antara Bangsa Palestina dan para Zionis. Nasionalisme Dalam buku Ensiklopedi Islam dijelaskan kehadiran Bangsa Eropa itu membuat Bangsa Arab mengenal pergerakan- pergerakan nasional yang terjadi di Eropa.
Oleh karena itu, gagasan-gagasan nasionalisme juga berkembang sebagaimana yang terjadi di negeri-negeri jajahan di seluruh dunia. Nasionalisme Arab itu dibentuk atas kesamaan bahasa. Dengan demikian, semua yang berbahasa Arab adalah bangsa Arab tanpa melihat agama dan latar belakang etnis maupun keturunan.
Abad ke-19 dapat dikatakan merupakan awal masa kebangkitan kembali bangsa Arab. Sejak itu, banyak bermunculan pujangga-pujangga Arab yang menulis di berbagai harian dan jurnal berkala menyuarakan aspirasi pergerakan nasional Arab, baik dari aspek sastra, politik, social, maupun kegamaan. Demikianlah yang terjadi di Mesir, Suriah, Libanon, Palestina, Irak, Hedjaz, Afrika Utara, Bahrein, dan Kuwait.
Berbeda dengan negeri-negeri yang menyuarakan aspirasi nasionalnya, bangsa Arab ketika itu berada di beberapa wilayah kekuasaan. Cita-cita mendirikan satu negara Arab menghadapi tantangan yang sangat berat. Untuk mencapai cita- cita itu, paling tidak mereka harus melalui dua tahap.
Pertama, memerdekakan wilayah masing-masing dari kekuasaan penjajah. Kedua, mendirikan negara kesatuan Arab. Pada 22 Maret 1945 mereka berhasil mendirikan Liga Arab. Akan tetapi, terben- tuknya Liga Arab itu belum berarti cita- cita utama yakni mendirikan negara Arab bersatu sudah tercapai. Apalagi, saat itu kekuasaan barat masih tetap bercokol di sana.