REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Sarana Multigriya Finansial Persero (SMF) menyarankan agar penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) lebih melibatkan perusahaan pembiayaan (multifinance) demi merangkul pekerja yang bergaji tidak tetap (non-fixed income).
"Di negara lain, pembiayaan KPR malah lebih besar dari sektor nonbank dibanding bank. Kecenderungan kredit bermasalah (NPL) juga lebih rendah dari pihak non-fixed income tersebut," kata Direktur Utama PT SMF Raharjo Adisusanto di Jakarta, Senin.
Raharjo melanjutkan pihak perbankan cenderung lebih memilih memberikan pelayanan KPR kepada nasabah dengan fixed income, yang ditandai adanya slip gaji. Padahal, mereka yang bekerja di bidang usaha seperti cuci mobil, foto kopi, pegawai kontrak jumlahnya tidak kecil. "Pasar ini perlu untuk dimasuki," tutur Raharjo.
Perusahaan pembiayaan, dia menambahkan, bisa menjadi pelengkap tugas Bank Tabungan Negara (BTN) yang merupakan pemain utama dalam penyaluran KPR. Sementara dari sisi akses ke daerah-daerah, tugas BTN diemban oleh bank pembangunan daerah (BPD).
Hingga saat ini, ada tiga perusahaan pembiayaan swasta yang sudah mendapatkan dana untuk penyaluran KPR dari SMF yang total keseluruhan sampai Desember 2015 adalah Rp 14,6 triliun. Selain itu, ada delapan BPD yang sudah mendapatkan aliran dana pinjaman dari SMF yaitu Bank DKI, Bank Nagari (Sumatera Barat), BPD NTB, BPD Kalsel, BPD Kalbar, BPD DIY, BPD Jateng dan BPD Sumut.
Jumlah itu ditambah yang masih dalam lingkup nota kesepahaman, atau menerima dana pinjaman pada tahun 2016, adalah BPD Bali, BPD Riau Kepri, BPD Suleselbar, BPD Sultra dan BPD NTT, ditambah satu perusahaan pembiayaan.