REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyedia jasa taksi meminta perlakuan yang setara antara angkutannya dengan transportasi berbasis online dalam hal ketaaan terhadap aturan yang berlaku.
Direktur Operasional Grup Express Herwan Gozali mengatakan pemerintah tidak berlaku adil pada penegakan aturan transportasi. Menurutnya, penyedia jasa transportasi berbasis online seperti Uber dan Grab bisa beroperasi tanpa mengikuti aturan yang berlaku.
"Plat hitam (mobil yang digunakan dalam aplikasi Uber dan Grab) itu tidak layak dan tidak boleh menjadi angkutan umum. Penentuan tarif aja kita dari SK gubernur dan kepala dinas. Mereka banyak bertentangan dengan Undang-Undang," katanya.
Ia meyakini pihak Uber dan Grab tidak mempunyai data pasti tentang jumlah drivernya. Bahkan menurutnya, jumlah driver cenderung tidak terkontrol.
"Uber dan Grab itu tak miliki kendaraan, mereka hanya aplikasi, mereka manfaatkan supir dan mobil pribadi untuk angkut orang," ujarnya.
Sementara itu, mengenai murahnya tarif yang membuat masyarakat berminat menggunakan Uber dan Grab, menurutnya itu hanya dalih saja. Ia mengatakan jika Uber dan Grab menaati aturan maka pasti pengeluarannya lebih banyak. Implikasinya tarifnya tentu akan lebih mahal.
"Kalau menurut saya, (Uber dan Grab) cuma cari kelemahan aja, masyarakat selama ini lebih pilih untung, lebih murah pasti. Tapi mereka enggak tahu apa yang mereka lakukan melanggar aturan," ucapnya.
Ia menegaskan agar pemerintah mampu mengakomodasi kepentingan penyedia jasa taksi resmi. Ia hanya meminta kesetaraan agar Uber dan Grab juga mengikuti aturan transportasi yang berlaku.
"Kita minta ketegasan pemerintah kalau memang boleh (Uber dan Grab beroperasi), ikutin aturan yang sudah ada, harus equality (kesetaraan). Kita diikat dengan segala aturan yang ada, segala perizinan banyak," jelasnya.