Selasa 22 Mar 2016 17:43 WIB

DPR Minta Pemerintah Berlaku Adil Terkait Transportasi Online

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Ilham
Ribuan sopir taksi melakukan aksi di depan DPR, Jakarta, Selasa (22/3).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ribuan sopir taksi melakukan aksi di depan DPR, Jakarta, Selasa (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Nizar Zahro menilai, keberadaan angkutan umum berbasis online itu ilegal. Sebab, berdasarkan surat dari Badan Koordinasi Penanaman Modal, perusahaan angkutan umum online itu hanya terdaftar sebagai aplikasi online, bukan sebagai perusahaan yang melayani transportasi.

Menurutnya, ini sesuai ketentuan Perpres nomor 14 tahun 2014, tentang bidang usaha jasa yang tertutup. Selain itu, bagi perusahaan asing yang mau mengembangkan perusahaannya di Indonesia, maka dia harus terdaftar di BKPM.

''Sampai hari ini, di BKPM taksi online Grab atau Uber itu tidak terdaftar sebagai perusahaan jasa penumpang," kata anggota Komisi V, Nizar Zahro, Selasa (22/3). (Sopir Bajaj Demo Sambil Sindir Presiden Jokowi).

Nizar mengatakan, bergulirnya demo besar-besaran di Jakarta oleh sopir taksi dan Bajaj, karena mereka ingin menuntut keadilan dan persamaan hak. Karena mereka beroperasi berdasarkan izin berupa SIUP, tanda daftar perusahaan, dan NPWP.

Namun, keberadaan angkutan umum online ini tidak sesuai izin yang berlaku. Nizar menilai ini menunjukan pemerintah tidak bersikap adil. ''Sementara taksi ilegal yang tidak membayar pajak, yang tidak terdaftar, yang tidak mewajibkan uji KIR oleh pemerintah dimanjakan. Di mana rasa keadilan itu,'' katanya.

Oleh karena itu, politisi Gerindra tersebut meminta pemerintah menutup aplikasi online yang menyediakan jasa angkutan umum. Pemerintah didesak untuk konsisten menegakkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas angkutan jalan.

"Bagi perusahaan yang belum mempunyai 9 izin yang termaktub dalam Undang-undang itu, wajib ditutup, tidak boleh dia melaksanakan usaha jasa transportasi," katanya.

Nizar juga berharap supir taksi untuk tidak melakukan aksi sweeping karena itu hanya akan merugikan orang lain. Ia menyarankan, penyampaian aspirasi mesti disalurkan dengan cara-cara yang baik, bukan dengan sweeping yang bisa berimplikasi pada sanksi pidana.

''Kita berharap agar para taksi-taksi konvensional bisa menahan diri. Walaupun kita tahu mereka sudah beberapa bulan ini diabaikan oleh Undang-undang," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement