REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penolakan mundur Ketua Umum (Ketum) PSSI La Nyalla Mattalitti membuktikan buruknya organisasi di tubuh PSSI. Padahal, La Nyalla tengah terlibat dugaan kasus korupsi.
"Ini menjadi satu bingkai kebobrokan organisasi PSSI," kata pengamat olahraga Rayana Djakasurya di Jakarta, Rabu (23/3).
Rayana mengatakan, PSSI kerap berlindung di balik statuta FIFA bila muncul suatu kasus. Padahal, katanya, dalam statuta tersebut disebutkan, personel organisasi yang terkena tindak kriminal dan membuat citra buruk sepak bola harus segera meninggalkan organisasi.
"Ambil contoh Sepp Blatter yang baru menjadi terduga saja sudah mengundurkan diri, ini dalam lingkup yang besar," katanya.
Rayana menilai, penolakan La Nyalla untuk mundur sebagai ketum PSSI menandakan adanya kesalahan dalam sepak bola di Indonesia. Terlebih, katanya, adanya dukungan dari Ketua Komite Ad Hoc Reformasi Agum Gumelar.
Rayana mengatakan, sebagai ketua Ad Hoc, Agum seharusnya melakukan pembenahan dalam tubuh PSSI, bukan seharusnya mendukung sikap La Nyalla yang tidak akan mundur dari kursi ketum. "Itu yang akhirnya membuat sepak bola kita ada di nomor hampir 180 dalam klasemen dunia," katanya.
Seperti diketahui, La Nyalla Mattaliti resmi berstatus tersangka dalam dugaan kasus korupsi penggunaan dana hibah untuk pembelian saham perdana Bank Jatim pada 2012. La Nyalla menggunakan dana hibah untuk pembelian saham itu sebesar Rp 5,3 miliar dengan keuntungan yang didapat Rp 1,1 miliar.