REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum menjadi saksi dalam persidangan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terdakwa Muhammad Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (23/3).
Kehadiran Anas guna memberi keterangan terkait dugaan penyamaran harta kekayaan dan dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu.
Dalam kesaksiannya, Anas membantah menerima pemberian berupa mobil atau rumah oleh Nazarudin seperti yang ditanyakan Jaksa Penuntut Umum kepada dirinya. Diketahui, JPU sempat menanyakan Anas apakah pernah menerima sesuatu pemberian selama mengenal Nazaruddin.
"Tidak pernah (mendapat pemberian), kalau dipinjamkan mobil pernah. Kalau tidak salah Alphard, itu sebagai hubungan pertemanan sebelum jadi anggota dewan, setelah jadi anggota tidak," ujar Anas dalam persidangan.
Pun halnya terkait pertanyaan JPU mengenai keberadaan rumah di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan yang diduga menjadi salah satu aset Nazaruddin.
"Seingat saya, di Duren Tiga itu bukan rumah. Saya pernah datang bersama dengan seorang broker, itu statusnya tanah bukan membeli rumah," kata Anas kepada Jaksa.
Meksi begitu, Anas tidak menjelaskan secara jelas maksud keperluannya bertemu dengan broker tersebut. Ia hanya mengatakan bahwa broker tersebut adalah temannya. Anas juga mengakui pernah bertemu langsung dengan penjual tanah, namun ia tidak ingat apakah pertemuan tersebut juga bersama Nazaruddin.
"Saya kan beberapa kali jalan bersama terdakwa (Nazaruddin) sebagai teman. Saya tidak tahu akhirnya tanah itu di beli atau tidak oleh terdakwa," jelasnya.
(Baca: Anas Urbaningrum Bersaksi di Sidang Nazarudin)
Dalam sidang pemeriksaan saksi Nazaruddin kali ini, selain menghadirkan Anas Urbaningrum, juga menghadirkan Neneng Sri Wahyuni yang tak lain merupakan istri terdakwa serta sejumlah saksi lainnya.
Diketahui, Nazaruddin didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang yang terjadi pada rentan waktu sebelum dan sesudah tahun 2010. Untuk setelah tahun 2010, ia didakwa melakukan pencucian uang dengan saldo akhir Rp70,018 miliar dan SGD 1.043. Sedangkan sebelum 2010, Nazaruddin didakwa menyamarkan hartanya hingga Rp 83,599 miliar.
Atas perbuatannya, Nazaruddin pun dijerat Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dia pun dijerat Pasal 3 Ayat (1) Huruf A, C, dan E UU No 15 Tahun 2002 tentang TPPU jo Undang-Undang No 15 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.