Rabu 23 Mar 2016 16:59 WIB

PDIP Sayangkan Pernyataan Menhub Soal Transportasi Online

Rep: Agus Raharjo/ Red: Karta Raharja Ucu
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan (kiri) bersama Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjawab pertanyaan wartawan terkait regulasi angkutan umum berbasis online di Jakarta, Selasa (22/3).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan (kiri) bersama Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjawab pertanyaan wartawan terkait regulasi angkutan umum berbasis online di Jakarta, Selasa (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDIP menuding pernyataan Menteri Perhubungan (Menhub), Ignatius Jonan soal polemik transportasi konvensional dan berbasis aplikasi justru membuat kegaduhan. Seharusnya, pernyataan Menhub sebagai perwakilan pemerintah meneduhkan seluruh pihak yang sedang memanas.

Politikus PDIP, Adian Napitupulu meminta kalau Menhub tidak bisa membuat keteduhan, sebaiknya mundur sebagai menteri di Kabinet Kerja Joko Widodo. "Kalau dia tidak bisa menciptakan keteduhan di masyarakat, mundur saja dari Menteri Perhubungan," ujar Adian di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (23/3).

Anggota Komisi VII DPR RI itu menuding Menhub inkosisten dalam mengatur angkutan darat dan transportasi. Jonan mengatakan tidak perlu melakukan revisi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan darat karena polemik soal transportasi online. Padahal, menurut Adian, masih banyak yang harus direvisi untuk menyesuaikan perkembangan teknologi yang belum ada di UU tersebut.

Prinsipnya, negara harus lebih adaptif terhadap kemajuan teknologi, bukan hanya soal sistem transportasi, tapi juga di semua hal. "Pemerintah harus masuk mengatur dengan baik, jangan sampai terjadi konflik horizontal di masyarakat," kata Adian menegaskan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement