REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan yang diajukan OC Kaligis dan Suryadharma Ali terkait keputusan deponir kasus dua mantan pimpinan KPK, Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW).
Dalam perkara ini, para pemohon menggugat Jaksa Agung HM Prasetyo selaku pejabat yang mengeluarkan surat keputusan (SK) deponir tersebut. Hakim tunggal Sutiyono yang memimpin jalannya sidang menyatakan, objek praperadilan yang diajukan OC Kaligis dan Suryadharma Ali tidak memenuhi syarat sehingga tidak dapat diajukan di depan pengadilan.
"Permohonan praperadilan dari pemohon tidak dapat diterima karena tidak memiliki legal standing," kata hakim Sutiyono saat membacakan putusan di PN Jaksel, Rabu (23/3) sore.
Sutiyono menuturkan, pihak pemohon mengajukan gugatan praperadilan atas Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) kasus AS dan BW. Padahal, kata hakim, keputusan yang dikeluarkan Kejaksaan Agung untuk kasus AS dan BW bukan dalam bentuk SKP2, melainkan deponir.
Tidak hanya itu, dalam permohonannya pemohon juga menggugat SKP2 yang dikeluarkan Kejaksaan Negeri Bengkulu untuk kasus Novel Baswedan. Untuk gugatan tersebut, hakim juga menyatakan menolaknya.
Sebab, pengajuan objek praperadilan oleh pemohon dilakukan pada 19 Februari 2016, sementara SKP2 untuk kasus Novel baru dikeluarkan Kejari Bengkulu pada 23 Februari 2016. Dalih lainnya, kata hakim, kasus Novel ditangani oleh Kejaksaan Negeri Bengkulu.
Dengan begitu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang memeriksa perkara atas nama penyidik KPK tersebut. Menanggapi putusan hakim, Ficky Fiher selaku kuasa hukum OC Kaligis dan Suryadharma Ali mengatakan akan melanjutkan upaya hukum lain untuk menggugat deponir AS dan BW.
"Kami sudah melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk kasus (deponir) ini, kami juga akan mengajukan permohonan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi," kata Ficky.
OC Kaligis dan Suryadharma Ali saat ini sama-sama berstatus sebagai terpidana kasus korupsi. Mereka mengajukan gugatan terhadap Jaksa Agung selaku pihak yang mendeponir AS dan BW karena menilai keputusan tersebut dapat mengurangi kewibawaan penegakan hukum di Indonesia.