REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat, Zulfiatno menilai banjir yang melanda Kota Padang, diakibatkan hujan lebat dan pasang air laut yang terjadi bersamaan.
"Karena terjadi bersamaan, maka aliran air sungai yang harusnya bermuara ke laut tidak bergerak, sehingga merendam permukiman warga," katanya di Padang, Rabu (23/3).
Ia menambahkan, banjir makin diperparah dengan tidak maksimalnya resapan air, karena lahan terbuka untuk resapan air di kawasan yang dilanda banjir mulai berkurang akibat pertumbuhan pembangunan yang sangat pesat.
Menurutnya, pasca gempa 2007 dan 2009, pembangunan permukiman dan perkantoran berpindah dari pusat Kota Padang menuju pinggiran seperti di Kecamatan Koto Tangah dan Nanggalo.
Sayangnya pergeseran dimaksud belum dibarengi dengan penataan ruangnya, seperti penyediaan saluran pembuangan air yang optimal dan normalisasi sungai. Akibatnya ketika hujan lebat, air cenderung meluap ke permukiman warga.
Ini memang banjir siklus 20 tahunan. Tapi kali ini lebih parah dari sebelumnya. Perlu ditata lagi kemana air bergerak, serta normalisasi sungai harus secepatnya dituntaskan, seperti di Batang Maransi, sebutnya.
Sementara itu, mengingat potensi hujan lebat masih mengguyur wilayah Sumbar hingga beberapa hari ke depan, ia mengimbau warga yang bermukim di wilayah rawan banjir longsor untuk selalu waspada.
Menyikapi hal tersebut, Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno juga telah mengeluarkan surat edaran siaga darurat banjir longsor ke Kabupaten/Kota, terangnya.
Banjir yang terjadi Selasa (22/3), melanda Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, dan Kabupaten Pasaman.
Banjir terparah terjadi pda empat kecamatan di Padang, masing-masing Koto Tangah, Kuranji, Nanggalo, dan Padang Utara. Tercatat 24.112 jiwa terdampak dan sempat mengungsi hingga air kembali surut.