REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Pekanbaru menuntut Mario Steven Ambarita, terdakwa penyusup di bagian ban pesawat Garuda Indonesia GA-177 rute Pekanbaru-Jakarta, dengan hukuman tujuh bulan penjara.
Pada sidang di Pengadilan Negeri Pekanbaru yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Irwan Efendi, Rabu (23/3), JPU Neni Lubis SH menyatakan, terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 421 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dengan hukuman tujuh bulan penjara.
Saat mendengar tuntutan tersebut, terdakwa terlihat santai tanpa ekspresi berlebihan. Begitu juga saat diberikan kesempatan oleh hakim terkait tuntutan itu, Mario menyatakan menerima tanpa mengajukan pembelaan.
Mario Steven Ambarita menjadi sosok yang cukup menyita perhatian publik pada 7 April 2015 lalu setelah dirinya terbang ke Jakarta dengan cara menyusup ke ruang roda pendaratan belakang pesawat terbang Garuda Indonesia.
Mario sempat berada di ruang roda pesawat Garuda selama 90 menit rute penerbangan Pekanbaru-Jakarta. Saat ditemukan petugas darat Bandara Soekarno-Hatta, dia menggigil hebat dan telinganya berdarah. Biasanya pada ketinggian 16.000 kaki dari permukaan laut, temperatur udara bisa kurang dari minus 10 derajat Celcius dan tekanan udara sangat rendah plus lapisan oksigennya sangat minim.
Hal ini sangat berbahaya bagi keselamatan manusia karena perbedaan tekanan tubuh dan lingkungan bisa memicu pendarahan berat melalui lubang-lubang tubuh, membuat paru-paru dan jantung bengkak, ditambah temperatur ekstrem dingin dalam keadaan seketika mencegah tubuh beraklimatisasi dan dapat berakibat pada kematian.
Pada suatu kesempatan, Mario mengaku melakukan aksi nekatnya terbang ke Jakarta dengan cara menyusup pesawat karena ingin bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Mario selama ini mengaku sebagai penggemar berat Presiden yang kerap disapa Jokowi itu.
Setelah melakukan aksi nekatnya, Mario selanjutnya ditetapkan sebagai tersangka oleh PPNS Dirjen Perhubungan Udara. Namun, PPNS tidak melakukan penahanan karena ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara dan mengembalikan yang bersangkutan ke orang tuanya di Rokan Hilir. Setelah dikembalikan ke keluarganya, Mario lagi-lagi kembali membuat ulah dengan cara melarikan diri sebelum akhirnya ditemukan di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumatra Utara, pada 19 April 2015.