REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Mudhofir Khamid mengaku prihatin ketika melihat aksi unjuk rasa pengemudi taksi yang berujung pada bentrokan dengan sesama pengemudi transportasi lainnya di beberapa titik di DKI Jakarta.
"Saya melihat bahwa persaingan usaha antarkorporasi telah berkembang menjadi konflik horizontal antara sesama kelas buruh, antarsesama pengemudi taksi dan angkutan umum, serta pengemudi Gojek, seperti yang terjadi hari Selasa (22/03) lalu," ujar Mudhofir dalam rilisnya, Kamis (24/3).
Mudhofir mengingatkan pemerintah harus mengambil langkah tegas dan bijaksana dalam permasalahan ini dan jangan terkesan lambat agar tidak meluas serta memakan korban yang lebih besar. Dia mengatakan, permasalahan yang terjadi bukan semata-mata soal pengemudi transportasi konvensional melawan pengemudi transportasi daring, terdaftar atau tidak, bayar pajak atau tidak, melainkan lebih besar lagi, yaitu permasalahan ekonomi yang dirasakan begitu beratnya oleh kelas buruh transportasi umum di Indonesia.
"Faktanya berkata bahwa sebagian penduduk Indonesia sudah jatuh hati dengan transportasi online, dan juga berhasil menjadi mata pencarian alternatif bagi banyak orang," tutur dia.
Namun, di sisi lain, kata Mudhofir, pemerintah pun harus mendengarkan tuntutan dari pengemudi transportasi konvensional, yang nyata-nyata menjadi korban akibat persaingan usaha antarkorporasi.
Selain itu, tambah Mudhofir, soal birokrasi dan perizinan perusahaan bukan urusan buruh, urusan soal pajak yang harus dibayar oleh perusahaan bukan tanggung jawab buruh, itu urusan perusahaan dan pemerintah. Buruh transportasi atau pengemudi, baik konvensional maupun daring, hanya berkewajiban menjalankan kewajibannya bekerja sesuai prosedur yang ada.