Kamis 24 Mar 2016 17:50 WIB

BPBD: Tata Ruang Harus Pertimbangkan Risiko Bencana

Seorang warga mengangkat barang-barang yang masih bisa diselamatkan untuk mengungsi, akibat banjir bandang di Jorong Kampuang Padang Paraman Dareh, Nagari Air Manggis, Kecamatan Lubuak Sikapiang, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, Rabu (16/12).
Foto: Antara/Muhammad Arif Pribadi
Seorang warga mengangkat barang-barang yang masih bisa diselamatkan untuk mengungsi, akibat banjir bandang di Jorong Kampuang Padang Paraman Dareh, Nagari Air Manggis, Kecamatan Lubuak Sikapiang, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, Rabu (16/12).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pemerintah Provinsi Sumatra Barat, meminta kabupaten dan kota di daerah itu untuk mengantisipasi perubahan tata ruang daerah dengan melakukan kajian risiko bencana.

"Perubahan tata ruang berpotensi besar menjadi penyebab terjadinya bencana. Tanpa adanya kajian risiko, masyarakat pasti akan merasakan dampak buruknya," kata Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatra Barat, Zulfiatno di Padang, Kamis (24/3).

Menurutnya, hal itu terlihat pada banjir yang terjadi di Kota Padang, Selasa (22/3). Setelah gempa 2007 dan 2009, pembangunan permukiman dan perkantoran di Kota Padang, berpindah dari pusat kota menuju pinggiran seperti di Kecamatan Koto Tangah dan Nanggalo.

Sayangnya pergeseran tata ruang itu belum diikuti kajian risiko bencana sehingga potensi bencana yang ada tidak teridentifikasi dan tidak dapat diantisipasi sejak awal, ujarnya.

Menurutnya jika diketahui potensi bencana banjir akibat perpindahan pembangunan itu, maka pemerintah dan masyarakat bisa mengantisipasi dengan penyediaan saluran pembuangan air yang optimal dan normalisasi sungai.

"Ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi kita bersama terkait penting kajian risiko bencana dalam pembangunan dan perubahan tata ruang kota," sebutnya.

Banjir besar melanda Kota Padang, Selasa (22/3). Selain karena curah hujan tinggi dan naiknya air pasang secara bersamaan, banjir diduga juga diakibatkan oleh pergeseran arah pembangunan ke pinggiran kota.

Daerah pinggiran tersebut, sebelumnya adalah daerah resapan air. Namun, karena sudah berubah fungsi menjadi lahan pemukiman dan perkantoran, daerah resapan air itu menjadi semakin sempit, sehingga saat hujan turun, tidak ada lagi air yang meresap. Semua volume air itu mengalir ke sungai.

Karena sungai tidak bisa menampung volume air yang terlalu banyak, maka terjadi luapan yang mengakibatkan banjir.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement