REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kepolisian diminta mewaspadai intevensi Amerika dalam penanganan teroris, setelah masuknya nama Santoso dalam jaringan terorisme global.
Pengamat Terorisme dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mengatakan masuknya nama santoso dalam jaringan terorisme global oleh AS itu ngambil dari data Mabes Polri.
Data tersebut berdasarkan dokumen akhir tahun lalu ditandatangani oleh Kapolri Badrodin Haiti terhadap 24 nama teroris dan santoso masuk di dalamnya. Ia mencurigai AS memasukkan Santoso dalam jaringan terorisme global itu berdasarkan apa yang dikeluarkan Mabes Polri.
"Saya curiga dimasukkannya Santoso jadi alasan untuk operasi-operasi di indonesia sebagaimana kasus Abu Sayyaf di Filipina selatan," kata dia kepada Republika.co.id, Jumat (25/3). Dari situlah kemudian AS punya alasan masuk ke Filipina.
Dikatakan dia, dimasukkannya nama Santoso sebenarnya tidak ada relevansinya dengan keamanan AS dan tidak mengancam AS. Justru kekhawatiran dia, AS ingin masuk kembali dalam isu terorisme di indonesia, seperti di wilayah Poso.
Santoso alias Abu Wardah Santoso as-Syarqi al-Indunisi merupakan Amir Mujahidin Indonesia Timur di Poso yang dianggap membaiat jaringan teroris ISIS di Indonesia. Ini disebabkan orang orang di sekelilingnya merupakan jaringan Aman Abdurrahaman, yang mendukung ISIS.
"Dari situ jadilah Santoso kemudian ikut mendukung ISIS. Namun kalau sosok santoso sendiri bukan orang dalam konteks pemahaman agama yang bisa jadi rujukan," ujarnya.
Sebelumnya Departemen Luar Negeri AS pada Selasa (22/3), memasukkan Santoso dalam daftar teroris global (SDGT). Dimasukkannya Santoso ini karena ia menjadi Gembong teroris ISIS asal Indonesia yang berada di wilayah Poso. Hingga kini aparat kepolisian terus memburu Santoso di wilayah hutan Poso, Sulawesi Tengah.