Jumat 25 Mar 2016 18:09 WIB

Pengusaha Mebel Menentang Wacana Pemberlakuan SVLK

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Dwi Murdaningsih
Pekerja menyelesaikan pembuatan mebel rotan tahap akhir di salah satu pusat usaha penjualan mebel rotan di Jakarta, Senin (11/8).
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja menyelesaikan pembuatan mebel rotan tahap akhir di salah satu pusat usaha penjualan mebel rotan di Jakarta, Senin (11/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) menolak adanya wacana pemberlakuan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk industri mebel dan kerajinan. Penolakan ini muncul terkait adanya wacana untuk mengubah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 89 tahun 2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.

"Kami menentang wacana perubahan Permendag tersebut dan wacana pemberlakuan SVLK. Sebab, Permendag yang barlaku saat ini sudah paling sesuai karena sifatnya tidak lagi mandatori namun voluntary partnership agreement," ujar Ketua Umum AMKRI Rudi Halim di Jakarta, Jumat (25/3).

Rudi menjelaskan, dengan sifat voluntary tersebut  jika ada pembeli yang meminta SVLK maka menjadi tanggung jawab masing-masing pelaku usaha. Akan tetapi, jka pembeli tidak meminta maka negara tidak perlu mewajibkan pemberlakuan SVLK tersebut. Sebab, negara-negara tujuan ekspor di Uni Eropa tidak mewajibkan SVLK sehingga hal ini bukan merupakan dokumen custom.

Menurut Rudi, pemberlakuan Permendag Nomor 89 tahun 2015 telah memberikan angin segar bagi industri kecil dan menengah di bidang kayu. Permendag terseubut sudah sesuai apsirasi kalangan industri mebel dan kerajinan bahwa SVLK hanya berlaku di industri hulu dan tidak berlaku untuk 15 HS mebel dan kerajinan. Dengan demikian, diharapkan pemerintah tidak perlu lagi melakukan revisi terhadap peraturan tersebut.

"Dalam dua kali pertemuan dengan kami, Presiden Joko Widodo sudah menegaskan untuk menghapus berbagai aturan yang membebani industri mebel dan kerajinan nasional, diantaranya SVLK," kata Rudi.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal AMKRI Abdul Sobur mengatakan, pemberlakuan SVLK untuk industri hilir merupakan agenda yang dipaksakan dan tidak logis. Menurutnya, pemberlakuan SVLK cukup di hulu saja karena merupakan produsen utama yang menyalurkan kayu-kayu ke industri mebel dan kerajinan.

"Ketika kayu di industri hulu sudah legal otomatis di industri hilir dan industri antara juga akan legal," ujar Sobur.

Sobur menegaskan, kebijakan pemberlakuan SVLK bagi industri mebel dan kerajinan adalah kontraproduktif dengan semangat pemerintah untuk memperbaiki daya saing. Apalagi, pengurusan SVLK merogoh kocek yang cukup dalam sehingga dapat memukul pelaku usaha mebel dan kerajinan di level UKM.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement