REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus bentrokan Kapal Pengawas Hiu 11 milik Kementerian Kelautan RI di wilayah sekitar Natuna, Provinsi Kepulauan Riau dengan Kapal patroli Pantai (Coast Guard) Cina pada Ahad (20/3) lalu, masih menjadi perhatian banyak pihak, termasuk Partai Gerindra.
"Kasus tersebut menjadi perhatian kita untuk menjaga kedaulatan NKRI, khususnya di wilayah perairan laut Indonesia dari ancaman negara lain, pemerintah harus tegas dalam hal ini," kata Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Moekhlas Sidik, Jumat (25/3).
Moekhlas menuturkan, pada kasus tersebut terlihat jika Cina berkeinginan kuat untuk menguasai seluruh wilayah Laut Cina Selatan, termasuk wilayah teritori Indonesia. Ditambah, banyaknya kekayaan alam di Natuna yang bernilai triliunan rupiah.
Dalam debat calon presiden tahun 2014 lalu, sebetulnya Ketua Umum dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto telah mengingatkan Joko Widodo, jauh-jauh hari.
"Pak Prabowo sudah ingatkan Pak Jokowi pada debat Capres lalu, Namun pada waktu itu Pak Jokowi menganggap bahwa Natuna yang diklaim, masuk kedalam Laut Cina Selatan itu bukan urusan Indonesia, melainkan urusan negara lain," katanya.
Oleh karena itu, dengan adanya kasus tersebut diharapkan Presiden Jokowi dapat segera sadar bahwa masalah klaim wilayah Laut Cina Selatan. Hal itu agar Natuna menjadi kepedulian bangsa dan negara Indonesia dalam menjaga kedaulatan wilayahnya.
Dia menuturkan, presiden yang membawa kasus ini ke Mahkamah Hukum Laut Internasional (International Tribunal For the Law of the Sea) sangat tepat. Cina dan dunia Internasional harus diyakinkan bahwa Natuna adalah wilayah teritori Indonesia.
"Apalagi dalam klaim Cina tentang traditional fishing zone di wilayah Natuna tidak ada dalam The United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS)," kata Moekhlas.