REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyayangkan sikap kubu Djan Faridz yang menggugat pemerintah dalam kisruh internal PPP.
Bachtiar Chamsyah menilai apa yang dilakukan kepengurusan hasil muktamar Jakarta dengan melakukan perlawanan pada pemerintah karena menerbitkan perpanjangan SK Bandung dan tidak menerbitkan SK Jakarta adalah tindakan politik tak cerdas.
Menurut mantan Menteri Sosial dari PPP itu, seharusnya kubu Djan Faridz mengikuti islah yang sudah dimediasi oleh pemerintah. Dalam islah yang dimediasi pemerintah ini, tim islah menghendaki adanya muktamar VIII PPP.
Bachtiar mengklaim, pemerintah sudah mengakui penyelesaian konflik PPP dengan muktamar. Seharusnya kubu Djan memahami politik dengan cerdas, yaitu politik kekuasaan.
Ia menceritakan, kalau nanti Presiden menghadiri pembukaan muktamar PPP, dan masih ada pihak yang tidak mengakui keabsahan dari muktamar ini, maka ini justru akan menyulitkan diri mereka sendiri.
"Itu tidak cerdas, politik itu harus cerdas, untuk apa pemerintah digugat," ujarnya di Jakarta, Ahad (27/3).
Bachtiar menambahkan, dalam sejarah politik di Indonesia, tidak ada yang mampu melawan pemerintah. Jadi, seharusnya kubu Djan mengakui apa yang sudah dilakukan pemerintah dengan menerbitkan perpanjangan SK Bandung untuk menggelar muktamar PPP.
Saat ini, pihak-pihak di internal PPP sudah sepakat untuk menggelar muktamar VIII menggantikan muktamar Surabaya yang pengesahannya dibatalkan oleh Menteri Hukum dan HAM.
Pelaksanaan muktamar ini kemungkinan tidak akan menyertakan pihak kepengurusan hasil muktamar Jakarta yang dipimpin Djan Faridz. Sebab, kubu Djan sampai saat ini enggan mengikuti pertemuan yang dimediasi oleh Menteri Hukum dan HAM.
Namun, Bachtiar mengungkapkan akan tetap berusaha untuk menghubungi Djan Faridz agar bersedia melaksanakan muktamar. "Saya nanti akan konfirmasi lagi, tapi kami ingin Bulan April (muktamar)," katanya.