Senin 28 Mar 2016 14:00 WIB

Penggunaan Vaksin Flu Burung tak Bisa Sembarangan

Rep: Sonia Fitri/ Red: Nur Aini
Ilustrasi vaksin flu burung.
Foto: ANTARA
Ilustrasi vaksin flu burung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Virus Avian Influenza (AI) alias flu burung kembali menjangkiti unggas-unggas peternak nasional. Pemerintah bersama peternak terus melakukan pencegahan agar penyebarannya tidak semakin parah. Salah satu caranya dengan membekali peternak dan masyarakat soal pengetahuan flu burung agar melakukan pencegahan berdasarkan pengetahuan.

Direktur Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan I Ketut Diarmita menerangkan, AI merupakan penyakit yang menyerang unggas dan bersifat endemik di Indonesia. "Virus AI dikenal sebagai virus yang mudah berubah antigenisitasnya," kata dia menerangkan, Senin (28/3).

Virus AI, kata dia, memiliki teknik mengecoh respons imun yang timbul akibat infeksi alam maupun vaksinasi. Ini merupakan ciri kondisi yang ditimbulkan oleh penyakit yang bersifat endemik. Kemunculan virus disulut beragam faktor predisposisi di antaranya perubahan musim, perubahan pakan, imunosupresan, perubahan karakter virus dan yang lainnya.

Pemerintah telah melakukan banyak telaah mengenai hal tersebut. Pemantauan dinamika kejadian AI dilakukan secara periodik dan diteruskan kepada pemangku kepentingan tentang situasi terkini berkaitan pergerakan terbaru virus flu burung.

"Kejadian klinis AI dilaporkan pada peternakan umbaran alias back yard yang umumnya tidak divaksin," tuturnya. Pemerintah melarang penggunaan vaksin pada peternakan yang diumbar karena sulit mencapai cakupan vaksinasi yang memadai serta sulit melakukan vaksinasi "booster".

Hal itu menyebabkan munculnya infeksi subklinik flu burung. Artinya di dalam tubuh ayam yang sehat dapat ditemukan adanya virus AI yang ganas. Ayam yang mengandung virus jenis ini bisa berfungsi sebagai reservoir. "Maka dari itu pemerintah melarang vaksinasi AI pada ayam kampung jika tidak dipelihara secara intensif," ujarnya.

Populasi unggas yang peka terhadap infeksi virus highly pathogenic (HPAI) di antaranya ayam kampung, itik, burung dara dan burung peliharaan lainnya. Mereka kebanyakan masuk golongan populasi yang tidak divaksin. Dalam pengamatannya, kejadian AI saat ini banyak menyerang ayam kampung dan itik yang pemeliharaannya diumbar.

Sedangkan, ayam komersial layer pada tingkat breeder (GP dan PS) serta komersial (final stock) pada umumnya telah divaksin AI sekurang-kurangnya tiga dalam masa pemeliharaan.

"Evaluasi terhadap titer spesifik dipantau setelah vaksinasi biasanya dilakukan secara internal atau lewat dukungan laboratorium yang dimiliki oleh industri obat dan vaksin," katanya. Titer protektif untuk virus flu burung yang ditetapkan adalah minimal 16. Ayam yang dibekali titer tersebut lebih diyakini mampu menahan infeksi virus AI di lapangan.

Meski begitu, vaksinasi AI juga memiliki kelemahan, yakni sampai saat ini belum diizinkan preparasi vaksin aktif AI atau vaksin hidup. Semua vaksin AI dikemas inaktif. Vaksin inaktif ditujukan untuk menggertak respon imun humoral, yaitu memicu antibodi flu burung yang bersirkulasi dalam darah dan sedikit menginduksi antibodi pada permukaan tubuh (mukosa) yang dipicu oleh vaksin aktif.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement