REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Persaingan upah pekerja di berbagai macam industri, membuat regenerasi tenaga ahli mebel rotan Cirebon menjadi mandeg. Kondisi itupun mengancam kelangsungan industri mebel rotan Cirebon.
"Kami sangat kekurangan tenaga ahli mebel rotan. Untuk mencarinya sangat susah," ujar Kepala Bidang Promosi Lokal DPD Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) Cirebon, Muhammad Akbar, Senin (28/3).
Adapun tenaga ahli yang dimaksud adalah tenaga ahli penganyam rotan dan pembuat rangka mebel rotan. Minimnya tenaga ahli tersebut telah menghambat proses produksi mebel rotan.
Akbar menyatakan, saat ini industri mebel rotan Cirebon sedang berjuang untuk kembali bangkit setelah kran ekspor bahan baku rotan ditutup. Namun, kekurangan tenaga ahli mebel rotan membuat umur industri tersebut dikhawatirkan tak bisa bertahan lama.
Menurut Akbar, ketiadaan regenerasi tenaga ahli mebel rotan itu terjadi karena upah industri mebel rotan bersaing dengan industri-industri lainnya. Banyak di antara tenaga ahli tersebut yang beralih profesi pada industri lain karena upah yang lebih tinggi.
Untuk menaikkan upah tenaga ahlinya, para pengusaha mebel rotan pun dihadapkan pada masalah lain. Yakni biaya produksi yang nantinya akan menjadi naik. Padahal, kenaikan biaya produksi akan membuat harga produk mebel rotan menjadi lebih mahal. Jika itu terjadi, maka produk mebel rotannya akan sulit bersaing.
Akbar berharap, pemerintah, terutama Pemkab Cirebon, bisa berperan untuk mengatasi masalah tersebut. Seperti misalnya dengan mengadakan pelatihan rutin atau mendirikan sekolah rotan di Cirebon.
Akbar mencontohkan, sekolah rotan itu maksudnya SMK yang memiliki jurusan kerajinan rotan. Selain itu, adapula jurusan design, anyam, dan rangka.
Jika sekolah tersebut telah berdiri, maka industri-industri mebel rotan bisa berkordinasi dengan sekolah-sekolah itu untuk dapat menerima dan mempekerjakan lulusan-lulusannya.