REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh Demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi yang juga peraih Nobel Perdamaian pada 1991 mendapatkan sorotan dunia setelah ramai diberitakan media internasional, Ahad (28/3).
Kali ini, bukan karena perjuangan Suu Kyi terhadap nilai demokrasi di Myanmar, melainkan pernyataannya yang melecehkan seorang presenter BBC yang juga seorang Muslim, Mishal Husain, pada 2013 lalu.
Atas sikap Suu Kyi tersebut, aktivis demokrasi di Indonesia melalui petisi daring (online) mendesak agar Nobel Perdamaian yang diberikan kepada Suu Kyi dicabut.
Emerson Yuntho, sebagai pihak yang menginisiasi petisi daring pencabutan Nobel bagi Suu Kyi, menilai pernyataan Suu Kyi yang sangat rasis terhadap presenter tersebut tidak pantas keluar dari penerima Nobel Perdamaian.
Namun, pernyataan Suu Kyi mempermasalahkan seorang jurnalis Muslim pada akhirnya membuat banyak orang kecewa dan marah. Hal ini juga membuka kembali pertanyaan dunia internasional tentang sikap Suu Kyi terhadap kaum minoritas Muslim di Myanmar.
Suu Kyi dinilai tidak mengeluarkan pernyataan apa pun terkait pelanggaran hak asasi manusia etnis minoritas Muslim Rohingya. Seperti diketahui, selama tiga tahun terakhir lebih dari 140 ribu etnis Muslim Rohingya hidup dalam kamp pengungsi di Myanmar dan di berbagai negara.
"Kami meminta Ketua Komite Nobel untuk mencabut Nobel Perdamaian yang diberikan untuk Suu Kyi. Hanya mereka yang sungguh-sungguh menjaga kedamaian yang layak menerima hadiah Nobel Perdamaian," tulis petisi daring tersebut kepada Ketua Komite Nobel Norwegia, Mr Thorbjorn Jagland.
Pernyataan rasis Aung San Suu Kyi tersebut disampaikannya usai diwawancara presenter acara BBC Today, Mishal Husain, pada 2013 lalu. Kekesalan Suu Kyi disebabkan pertanyaan yang diajukan Husain mengenai penderitaan yang dialami oleh umat Muslim di Myanmar.
Wawancara yang terjadi pada 2013 ini baru dipersoalkan sekarang karena biografi Suu Kyi yang ditulis oleh Peter Popham. Seperti dikutip The Independent, Suu Kyi terdengar marah-marah dan mengatakan "Tidak ada yang memberitahuku akan diwawancarai oleh seorang muslim" dan ada dalam buku biografi karya Peter Popham baru-baru ini.