Senin 28 Mar 2016 20:15 WIB

Komnas HAM Dukung Pencabutan Nobel Perdamaian Suu Kyi

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Suu Kyi
Foto: AP
Suu Kyi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendukung desakan para aktivis demokrasi di Indonesia yang meminta dicabutnya nobel perdamaian Aung San Suu Kyi.

Komisioner Komnas HAM, Manager Nasution mengatakan sikap rasial Aung San Suu Kyi dalam wawancara dengan presenter BBC yang juga seorang muslim pada 2013 lalu menunjukkan sikap rasial yang tidak pantas ditunjukkan oleh penerima nobel perdamaian.

"Komnas HAM setuju desakan pencabutan nobel perdamaian terhadap Aung San Suu Kyi ini. Selain sikap rasialnya, Suu Kyi juga selalu  diam atas penderitaan Muslim Rohingnya," katanya kepada Republika.co.id, Senin (28/3).

Selain mendesak Ketua Komite Nobel Norwegia, Mr. Thorbjorn Jagland mencabut nobel perdamaian Suu Kyi, Komnas HAM juga berharap ada desakan kepada Dewan HAM PBB mengadili pemerintah Myanmar.

Sebab hingga kini kejahatan kemanusiaan atau genosida masih terjadi secara sistematis dan meluas terhadap etnis Rohingnya. Komnas memandang sikap Suu Kyi terhadap presenter BBC Today, Mishal Husain pada 2013 menjadi pertanggungjawabannya di mata internasional. Termasuk sikap diam Suu Kyi terhadap kejahatan kemanusiaan pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingnya.

"Sikap diam Aung San Suu Kyi itu dapat dipandang sebagai pembiaran, dan itu pelanggaran HAM," katanya.

Sebelumnya pernyataan rasis Aung San Suu Kyi tersebut disampaikannya usai diwawancara presenter acara BBC Today, Mishal Husain, pada 2013 lalu. Kekesalan Suu Kyi disebabkan pertanyaan yang diajukan Husain mengenai penderitaan yang dialami oleh umat Muslim di Myanmar.

Wawancara yang terjadi pada 2013 ini baru dipersoalkan sekarang karena biografi Suu Kyi yang ditulis oleh Peter Popham. Seperti dikutip The Independent, Suu Kyi terdengar marah-marah dan mengatakan "Tidak ada yang memberitahuku akan diwawancarai oleh seorang muslim"  dalam buku biografi karya Peter Popham baru-baru ini.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement