REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menyambut rencana besar Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti untuk menjadikan daerahnya lebih fokus ke sektor pariwisata.
Menurut Menpar, pariwisata adalah masa depan. “Agrikultur itu revolusi di Gelombang I, lalu disusul Revolusi Industri atau Manufaktur di Gelombang II. Dan Teknologi Informasi di Gelombang III. Saat ini kita sedang memasuki pintu masuk Gelombang IV, Revolusi Industri Kreatif atau Industri Budaya,” ujar Menpar dalam keterangannya, Senin (28/3).
Artinya, kata Arief, pertanian dan industri manufaktur itu masa revolusi yang sudah dan sedang lewat. "Kita boleh ke sana untuk market domestik, atau kepentingan nasional. Untuk konsumsi sendiri bukan untuk dijual dan dijadikan komoditas untuk mengejar devisa. Soal industri pabrikan, sudahlah kita pasti kalah bersaing dengan Cina,” ungkap Arief.
Karena itu, Menpar sangat antusias dengan semangat Gubernur Bengkulu yang fokus untuk mengembangkan sektor pariwisata. Arief juga memastikan untuk mendukung event Festival Tabot dan Festival Bumi Raflessia di Bengkulu 2016.
Kemenpar, papar Arief, juga akan memberi dukungan yang lebih besar bagi promosi dan festival sebagai kalender event besar sesuai harapan DPR RI dan Gubernur Bengkulu.
Sebelumnya, Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti bertekad untuk menjadikan daerahnya lebih fokus ke sektor pariwisata. Hal itu terungkap saat 16 anggota Komisi X DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua Komisi X Sutan Adil Hendra berkunjung ke Bengkulu, pekan lalu.
“Kami meminta pemerintah pusat membantu pembangunan infrastruktur yang terkait dengan pariwisata di provinsi ini,” tutur Ridwan Mukti. Provinsi Bengkulu memang lokasinya cukup terpencil di balik Bukit Barisan. Akses menuju ke sana melalui jalan darat membutuhkan waktu lama. Sementara frekuensi penerbangan, atau akses melalui jalur udara juga belum maksimal.
“Dibutuhkan strategi kuat untuk melompat maju. Pariwisata adalah jalan paling masuk akal untuk memajukan ekonomi rakyat. Kami mohon objek wisata di Bengkulu lebih banyak dipromosikan ke depan,” ucap Ridwan Mukti.
Wakil Ketua Komisi X Sutan Adil Hendra juga menjelaskan, potensi Bengkulu di sektor pariwisata cukup besar. Ada banyak objek wisata yang bisa dikembangkan untuk menjadi daya tarik public untuk datang ke sana.
“Silakan di eksplorasi, mana saja objek yang bisa dijadikan momentum untuk pengembangan sektor pariwisata,” kata Sutan Adil, yang didampingi unsur Kemrenpar, Kemenpora, Perpustakaan Nasional serta Kemendikbud dalam kunjungan kerja pada 21-22 Maret 2016 itu.
Sutan meminta kepada semua pihak untuk bersinergi, berkoordinasi, bekerja sama untuk memajukan pariwisata Bengkulu. Pihaknya akan terus mengawal, dan mendorong agar pariwisata menjadi kekuatan utama penopang ekonomi Bengkulu. Anggaran untuk mempromosika kawasan pariwisata juga akan terus dinaikkan, agar makin efektif dalam percepatan pencapaian target. “Ingat, target 2019 adalah 20 juta wisman. Tentu itu bukan angka yang sederhana, harus dikeroyok bersama-sama,” lanjut dia.
Asisten Deputi Pengembangan Segmen Pasar Bisnis dan Pemerintah, Tazbir menjelaskan, malam harinya diadakan pertemuan dengan pengurus ASITA dan PHRI. Dua asosiasi yang selama ini menginduk ke Kemenpar, ASITA lebih banyak mengurusi tour and travel, paket pariwisata, branding kawasan pariwisata, sales mission, dan lainnya. Sedang PHRI adalah hotel, resort, restoran, café, dan sebangsanya.
Gubernur menjelaskan, selama ini infrastruktur pariwisata di Bengkulu tidak tertangani dengan optimal. “Sumber alam dan mineral di Bengkulu ini cadangannya kecil. Kelapa sawit juga dimiliki orang luar, dampak ekonomisnya sangat tipis. Hanya pariwisata yang membuat kami lebih optimis. Untuk itu kami mohon perhatian pemerintah pusat dan DPR RI, mebantu pengembangan pariwisata di Bengkulu,” kata Ridwan Mukti.
Setelah urusan infrastruktur diperbaiki, lanjut Ridwan Mukti, mulai dipikirkan direct flight dari Singapore dan Malaysia. Dari kota-kota lain di tanah air juga harus diperbanyak, sehingga Bengkulu bukan “asing” di negeri sendiri.