Selasa 29 Mar 2016 09:22 WIB

Menjadi Pelopor Kebaikan

Senyuman bahagia seorang petani (ilustrasi)
Foto: Republika/Amin Madani
Senyuman bahagia seorang petani (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, "Barangsiapa melakukan perbuatan baik dalam Islam, maka dia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang yang ikut melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa yang melakukan perbuatan buruk dalam Islam, maka dia akan mendapatkan dosa dari perbuatannya dan dosa orang yang ikut melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun" (HR Muslim)

Rasulullah SAW mengungkapkan hadis ini tatkala beliau melihat seorang lelaki Anshar membawa bungkusan. Karena beratnya bungkusan tersebut, telapak tangannya hampir-hampir tidak mampu membawanya.

Ia sedekahkan bungkusan itu kepada orang-orang Bani Mudlar yang saat itu datang ke Madinah dalam kondisi memprihatinkan. Tindakan tersebut kemudian diikuti penduduk Madinah lainnya. Mereka berduyun-duyun memberikan sebagian hartanya, sehingga tampak satu tumpuk makanan dan satu tumpuk pakaian. Demikian dikisahkan oleh Abu Amr, Jarir bin Abdillah.

Walau berkaitan dengan menginfaqkan harta, hadis tersebut hakikatnya mencakup semua perbuatan, apapun itu, baik atau buruk. Tema utama hadis tersebut adalah kepeloporan. Kepeloporan bisa membawa berdampak serius bagi diri dan orang lain. Ia tidak hanya akan mendapatkan balasan untuk dirinya sendiri, tetapi juga akan mendapatkan balasan dariorang lain yang mengikuti tindakannya.

Seorang Muslim sangat dianjurkan mampu mempelopori perbuatan baik. Perbuatan yang dimaksud bisa berupa sunnah Rasul yang mulai ditinggalkan umat. Bisa juga berupa inovasi baru sepanjang tidak melanggar kaidah-kaidah Islam.

Kepeloporan harus dilandasi keikhlasan dan dimulai dari diri sendiri. Rasulullah SAW dan para sahabat adalah pelopor dalam kebiakan. Berbagai sunnah hasanah (tradisi yang baik) yang ada sekarang ini, dimulai oleh mereka. Mereka pun memulai sunnah itu dari diri mereka sendiri.

Umar bin Khathab mencontohkan hal tersebut saat beliau menjadi khalifah. Diriwayatkan bahwa beliau kerap mengajak keluarganya hidup sederhana. Kadang ia merenggut dari tangan mereka, bahkan dari mulut mereka makanan yang segar.

Bumi rasanya bergoyang dan langit bergolak, ketika ia tahu bahwa salah seorang dari keluarganya menghendaki keistimewaan. Apabila memberlakukan suatu undang-undang atau melarang suatu perkara, ia terlebih dulu mengumpulkan keluarganya dan berkata, "Sesungguhnya aku telah melarang orang-orang dari perbuatan begini dan begini karena masyarakat melihat kepada kalian seperti burung melihat daging; jika kalian terjerumus, mereka pun akan terjerumus; dan jika kalian takut, mereka pun akan takut. Demi Allah, tidaklah aku mendengar seorang pun dari kalian yang melanggar laranganku terthadap masyarakat, melainkan kulipatgandakan siksaan baginya karena kedekatannya denganku. Maka barangsiapa menghendaki di antara kalian bolehlah ia maju dan barangsiapa yang menghendaki hendaklah ia mundur".

 

Memelopori kebaikan adalah keutamaan bagi seorang Muslim. Bahkan semangat yang dimunculkan Islam adalah semangat untuk menjadi yang pertama dalam kebaikan. "Berlomba-lombalah dalam kebaikan," demikian perintah Allah dalam QS Al-Baqarah [2] ayat 148. Wallahu a'lam.

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement