Selasa 29 Mar 2016 16:00 WIB

Pengamat: Rasa Salut Saya Memudar Terhadap Suu Kyi

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Teguh Firmansyah
Tokoh opisisi Myanmar Aung San Suu Kyi memenangkan pemilu.
Foto: Reuters
Tokoh opisisi Myanmar Aung San Suu Kyi memenangkan pemilu.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Perilaku tokoh politik Myanmar Aung San Suu Kyi yang bernada rasis terhadap presenter BBC, diharapkan bisa menjadi 'kaca' pembelajaran bagi para pemimpin dan rakyat Indonesia. Pemimpin Indonesia jangan pernah menjadi orang yang diskriminatif.

"Mentang-mentang mayoritas, jadi merasa paling besar dan paling benar sehingga seenaknya meminggirkan kelompok minoritas atau kelompok-kelompok lain yang tidak seragam," kata peneliti senior Imparsial Poengky Indarti kepada Republika.co.id, Selasa (29/3).

Indonesia, kata dia, adalah negara besar dan kebhinekaan. Ia pun mengingatkan para pemimpin untuk menghargai perbedaan agar pengikutnya menjunjung tinggi perbedaan.

"Dengan menghormati kebhinekaan di Indonesia, maka perlindungan terhadap HAM dan transisi Indonesia menuju demokrasi akan tercipta," ujar Poengky.

Dia awalnya mengaku mengapresiasi sikap Suu Kyi yang memperjuangkan perlindungan HAM dan demokrasi. "Akan tetapi rasa salut dan kagum tersebut memudar seiring sikap Suu Kyi yang diam dan terkesan menyetujui tindakan kekerasan dan diskriminatif Pemerintah Junta Militer Burma terhadap warga Rohingya yang beragama Islam," kata Poengky.

Baca juga, Isi Lengkap Petisi Pencabutan Nobel Perdamaian Suu Kyi.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement