Selasa 29 Mar 2016 17:41 WIB

Nobel Suu Kyi Bisa Dipermasalahkan Seperti Simon Perez

Rep: Amri Amirullah/ Red: Ilham
Pemimpin opisisi Myanmar Aung San Suu Kyi.
Foto: Reuters
Pemimpin opisisi Myanmar Aung San Suu Kyi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap rasis tokoh demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi terhadap preseter BBC Today, Mishal Husain berujung desakan pencabutan nobel perdamaian oleh aktivis demokrasi di Indonesia.

Pendiri Pusat Informasi & Advokasi Rohingya Arakan (PIARA), Heru Susetyo mengatakan, kasus Suu Kyi bukanlah pertama kali seorang penerima nobel perdamaian yang kemudian dipermasalahkan. Sebelumnya, ada pemimpin Israel Shimon Perez, penerima nobel perdamaian tahun 1994 yang kemudian ditentang oleh banyak negara Arab dan negara-negara bependuduk muslim.

"Nobel Suu Kyi pun bisa dipermasalahkan seperti dunia saat mempemasalahkan nobel perdamaian kepada Shimon Perez," katanya kepada Republika.co.id, Sealsa (29/3).

Namun diakui dia, sulit untuk menarik penghargaan nobel perdamaian, karena tidak pernah ada sejarahnya nobel perdamaian ditarik kembali oleh lembaga pemberi nobel perdamaian. Termasuk untuk nobel perdamaian Suu Kyi yang sudah diberikan bertahun-tahun.

Namun publik berharap kasus Suu Kyi ini menjadi pembelajaran, yang mampu menciderai kredibilitas nobel perdamaian. Seperti pelajaran yang dulu diberikan sebagian umat Islam memprotes nobel perdamaian kepada Shimon Perez.

Selain itu, ini juga menjadi pengingat bahwa nobel perdamaian ternyata tidak bisa menjadi ukuran standar pencapaian perdamaian. "Karena bukan rahasia umum pemberian nobel bisa saja ada unsur politis juga," kata dia.

Masalahnya, lanjutnya, saat ini belum ada lembaga yang bisa diakui menandingi penghargaan setingkat nobel itu. Tapi setidaknya kasus Suu Kyi ini bisa menjadi catatan kembali bagi lembaga nobel perdamaian bahwa tidak selamana penilaian nobel bisa diterima oleh masyarakat dunia, seperti kasus Shimon Perez dan Suu Kyi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement