REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komunitas Muslim Amerika mulai merasakan dampak dari seranga teror di Brussels, Belgia. Pimpinan Muslim Student Association di Princeton University, Nabil Shaikh, mengatakan tokoh-tokoh politik AS langsung menyebarkan retorika Islamofobia sejak kabar serangan Brussels merebak.
Ia merasa tindakan tokoh-tokoh politik AS semakin mempersulit Muslim merasakan toleransi dan sambutan hangat di Amerika Serikat. Para kandidat, seperti Ted Cruz dan Donald Trump, kerap membentuk semacam ketakutan warga kepada lingkungan Muslim yang ada di AS.
Menurut Shaikh, tindakan itu sudah dapat dikategorikan sebagai kekerasan atas hak kemerdekaan kehidupan manusia di Amerika Serikat. Hasilnya, tentu saja warga Muslim merasakan tekanan dan diasingkan dari kehidupan sosial, bahkan dilakukan oleh orang-orang yang ada di sekitar rumah mereka.
Selain itu, warga Muslim di sebagian daerah harus menderita langsung akibat dari aksi-aksi Islamofobia yang dilakukan orang-orang. "Setelah peristiwa itu terjadi, kamu selalu melihat tindakan Islamofobia, kamu selalu melihat rendahnya tingkat toleransi dari orang-orang sekitarmu," kata Shaikh, seperti dilansir dari Sputnik News, Selasa (29/3).
Shaikh mengaku sedih melihat bagaimana publik memfokuskan perhatian mereka terhadap beberapa negara Muslim di dunia. Bahkan, tidak sedikit yang mengatakan negara-negara Muslim dan Afrika sudah terpengaruh akan ekstremisme jauh lebih parah dari Eropa.