Rabu 30 Mar 2016 10:00 WIB

Ini Jawaban Tempo Soal Kunjungan Wartawannya ke Israel

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Teguh Firmansyah
Jurnalis Indonesia bertemu Benjamin Netanyahu di Israel.
Foto: TimesofIsrael
Jurnalis Indonesia bertemu Benjamin Netanyahu di Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Arif Zulkifli mengatakan, undangan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terhadap salah seorang wartawannya bukanlah untuk membahas hubungan diplomatik antara Israel dan Indonesia. Akan tetapi, lebih untuk memberi pemahaman tentang budaya, sosial, politik, dan ekonomi yang ada di Negara Zionis tersebut.

"Kalau undangan yang saya baca sebetulnya itu bunyinya kurang lebih undangan untuk memberi pemahaman terhadap budaya, sosial, politik, ekonomi. Kira-kira begitulah, jadi tidak spesifik membahas hubungan diplomatik. Saya tidak melihat itu di undangan," kata Arif saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (30/3).

Terkait undangan tersebut, Arif menyatakan, sebagai sorang wartawan, ketika diundang siapa pun, selama itu tidak mengikat dan independensinya tidak terganggu, akan dipenuhi. Terlebih, dalam undangan tersebut tidak ada keharusan untuk menulis atau tidak menulis. "Jadi, tidak ada kaitan antara undangan dan kewajiban menulis," ucap Arif

Menyikapi seruan Netanyahu untuk membangkitkan hubungan diplomatik resmi antara Israel dan Indonesia, Arif mengungkapkan, sikap Tempo sama seperti Pemerintah Indonesia, yaitu mendukung kemerdekaan Palestina. Dengan demikian, hubungan diplomatik tersebut bisa dibahas setelah kemerdekaan Palestina diselesaikan.

"Tempo seperti juga pemerintahan Indonesia, sangat mendukung kemerdekaan Palestina, itu dulu yang paling penting," kata Arif.

Baca juga, Setelah Tolak Menlu, Netanyahu Malah Jamu Jurnalis Senior Indonesia.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement