Rabu 30 Mar 2016 14:35 WIB

Ini Alasan Indonesia Ikuti KTT Keamanan Nuklir

Direktur Jenderal Multilateral, Kementerian Luar Negeri RI Hasan Kleib berbincang dengan wartawan di Washington D.C mengenai Nuclear Security Summit 2016
Foto: M Akbar Wijaya/Republika
Direktur Jenderal Multilateral, Kementerian Luar Negeri RI Hasan Kleib berbincang dengan wartawan di Washington D.C mengenai Nuclear Security Summit 2016

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON, D.C -- Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla ikut ambil bagian dalam Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Keamanan Nuklir (Nuclear Security Summit/NSS) di Washington D.C, Amerika Serikat. Bagi Indonesia, NSS sangat penting dalam rangka meningkatkan kemampuan di bidang pengamanan bahan-bahan nuklir.

“Kenapa kita ikut? Karena kita juga ingin meningkatkan kapasitas dan kapabilitas dalam mengamankan radioaktif fasilitas nuklir,” kata Direktur Jenderal Multilateral, Kementerian Luar Negeri RI Hasan Kleib kepada wartawan di Washington D.C, Rabu (30/3).

Hasan mengatakan NSS tidak membahas tentang senjata nuklir. Namun lebih kepada upaya pengamanan bahan-bahan nuklir seperti radioaktif. Menurut Hasan ada dua isu penting yang akan dibahas di forum NSS, yakni keamanan nuklir (nuclear security) dan keselamatan nuklir (nuclear safety).

Keamanan nuklir misalnya akan membahas tentang upaya kerjasama antar negara untuk mencegah bahan-bahan nuklir seperti radio aktif jatuh ke tangan teroris. Sedangkan keselamatan nuklir akan membahas tentang upaya mencegah kebocoran reaktor nuklir maupun bahan nuklir di setiap negara. Dalam hal ini Indonesia berkepentingan mengetahui teknologi terbaik di negara maju mengenai guna mengamankan radio aktif miliknya. “Supaya tidak terjadi leaking (kebocoran) seperti di Fukushima Jepang,” ujar Hasan.

Forum NSS pertamakali digelar di Washington D.C pada 2010 atas inisiatif Amerika Serikat dibawah pemerintahan Barack Obama. Setelah itu NSS digelar per dua tahun sekali di Seoul, Korea Selatan (2012) dan di Den Haag, Belanda (2014).

Di forum NSS kali ini Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kalla dijadwalkan menyampaikan pidato tentang langkah dan harapan Indonesia terhadap NSS pada Jumat (1/4) waktu Washington.

Sejak aktif sebagai anggota NSS pada 2010, Indonesia memang ikut memberikan sumbangan positif. Salah satunya dengan memberikan model legislasi nasional mengenai keamanan nuklir saat NSS 2014. “Kita sengaja tuh nyumbang ke NSS namanya National Legislation Implementation Kit,” kata Hasan.

Hasan menyatakan Indonesia masih merumuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Nuklir. Rumusan melibatkan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapetan), Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), dan Kementerian Luar Negeri. Menurut Hasan perumusan RUU Keamanan Nuklir memakan waktu cukup panjang karena banyak terkait dengan hal-hal yang bersifat teknis.

NSS 2016 akan diikuti oleh sekitar 52 negara. Dihadiri oleh sekira 15 pemimpin negara setingkat presiden. 1 orang raja, dan 20 lebih pejabat negara setingkat perdana menteri, wakil presiden, dan menteri luar negeri.

Presiden Obama direncanakan menyambut langsung para delegasi saat pembuakaan NSS pada Kamis (31/3). Obama juga dijadwalkan berpidato pada hari penutupan NSS Jumat (1/4). Komunike NSS 2016 sedianya akan diserahkan kepada Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Interpol, PBB, dan negara-negara peserta termasuk Indonesia.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement