REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengaku heran dengan sikap partai politik yang mendukung calon perseorangan. Menurutnya, sikap ini justru mengaburkan makna pentingnya kehadiran parpol dalam sebuah demokrasi, yakni sebagai sumber dari tempat rekrutmen kader.
“Ini yang aneh, parpol mendukung calon dari perseorangan yang jelas-jelas bukan dari parpol. Lebih aneh lagi kalau calon perseorangannya juga menerima,” kata Siti Zuhro dalam diskusi publik "Jalur Perseorangan: Penguatan Demokrasi atau Deparpolisasi" di MMD Initiative, Menteng, Jakarta, Rabu (30/3).
Menurut dia, sulit memosisikan keberadaan parpol itu dalam dukungan kepada calon perseorangan, apakah hanya membonceng calon tersebut atau tidak. Menurutnya, kalau seseorang ingin maju menjadi calon perseorangan, parpol wajib menghargainya, bukan justru membonceng calon tersebut.
Semestinya, parpol menyiapkan kader lain yang menjadi pesaing calon tersebut guna menghadirkan variasi calon yang berkualitas. “Kalau ternyata dia cuma membonceng, apalagi jika dia petahana bagus, tidak boleh itu,” ujarnya.
Zuhro bahkan menyebut sikap parpol tersebut bisa diartikan sebagai upaya deparpolisasi (penghilangan fungsi parpol) secara nyata. Hal ini karena fungsi parpol dalam dukungan kepada calon independen ini tidak ada dan tidak sesuai dengan konstitusi.
“Ini yang mendeparpolisasi yang konkret menurut saya, tapi parpol tidak sadar telah melakukan itu,” ujarnya.
Lantaran itu, ia menilai, parpol lebih baik berkoalisi saja dengan gabungan parpol lain jika dinilai tidak ada kader yang bisa diusung ataupun karena kurangnya syarat dukungan untuk mengusung calon.
“Di konstitusi jelas, partai dan gabungan parpol bisa mengusung calon, bukan mengusung calon perseorangan, buka lagi pasalnya. Jangan dikacaukan dan menjadi rancu. Ini yang menyebabkan demokrasi rancu, mainnya di sumbu pendek kepentingan sesaat dan merugikan negara,” ungkapnya.