REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO -- Petambak udang di Kawasan Pasir Mendit dan Pasir Kadilangu Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, memanen udang vaname lebih awal karena serangan virus yang menyebabkan pertumbuhan udang tidak maksimal.
Ketua kelompok petambak udang Pasir Mendit Windu Makmur Purwo Sarjono di Kulon Progo, Rabu, mengatakan budi daya udang cukup menjanjikan, namun petambak menghadapi kendala serangan virus yakni mio dan berak putih.
"Virus itu menyebabkan udang tidak mau makan sehingga tidak bisa besar. Penyakit ini biasanya disebabkan karena pembuangan limbah tambak yang kurang sempurna. Untuk menghindari kerugian besar, kami terpaksa memanen dini," kata Purwo Sarjono.
Menurut Purwo, sebelum adanya serangan virus itu, dalam waktu 60 hari, 1 kilogram berisi 100 ekor. Sekarang dalam usia 70 hari 1 kg berisi 105-106 ekor, dan usia 80 hari 1 kg berisi 90 ekor.
Ia mengatakan serangan virus tersebut biasanya mulai terjadi pada usia udang satu bulan setelah tabur. Untuk mengatasi serangan virus, kelompoknya menggunakan probiotik yang dicampur pakan.
Kelompok Windu Makmur beranggotakan tujuh orang dengan lima petak tambak seluas 6.000 meter. Biasanya sekali panen menghasilkan 2 ton hingga 2,25 ton udang. Namun jika panen tidak maksimal hanya 1,9 ton.
Harga jual udang saat ini per kilogram dengan isi 100 ekor hanya Rp55.000. "Walaupun masih untung tapi keuntungannya berkurang," ungkapnya.
Kabid Perikanan dan Budi Daya Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan (DKPP) Kabupaten Kulon Progo Leo Handoko mengatakan serangan virus itu menyebabkan udang pada usia 60 hari tidak nafsu makan dan tidak dapat berkembang besar.Salah satu faktor mempercepat munculnya virus itu adalah air tambak dari sumber-sumber pembuangan.
"Dapat dilihat secara visual. Pemicunya mengabaikan padat tebar tinggi dan penyiponan (pembersihan, Red) kurang bagus. Untuk itu, petambak harus menjaga kebersihan lingkungan supaya berak putih tidak menyebar," katanya.