REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi masih menjajaki opsi terbaik untuk membebaskan sepuluh anak buah kapal (ABK) WNI yang menjadi sandera kelompok militan Abu Sayyaf di perairan Filipina.
"Penjajakan opsi terbaik masih terus dilakukan, dan sebagaimana yang saya sampaikan Selasa (29/3), keselamatan ABK menjadi acuan utama kita," kata Menlu Retno dalam pernyataan pers di Ruang Palapa Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Kamis (31/3).
Selain itu, Menlu menyampaikan telah melakukan komunikasi dengan pihak keluarga ABK WNI dan mereka telah mengetahui posisi dan kondisi kesepuluh WNI tersebut. Namun, Menlu Retno tidak menjelaskan lebih lanjut terkait posisi dan kondisi para WNI yang menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf.
(Baca juga: TNI Siapkan Kapal Pembebasan WNI yang Disandera Abu Sayyaf)
Terkait informasi lebih lanjut mengenai posisi dan kondisi para ABK WNI yang menjadi sandera, Juru Bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir mengatakan, kebijakan yang diambil Pemerintah Indonesia saat ini adalah sistem informasi satu pintu.
"Sehingga, kami tidak bisa mengatakan lebih dari apa yang telah disampaikan oleh Ibu Menlu (Retno Marsudi)," kata dia.
Kemenlu RI menerima informasi pada Senin (28/3) terkait pembajakan terhadap Kapal Tunda Brahma 12 dan Kapal Tongkang Anand 12 yang berbendera Indonesia terjadi saat dalam perjalanan dari Sungai Puting, Kalimantan Selatan, menuju Batangas, Filipina Selatan.
Tidak diketahui persis kapan kapal dibajak karena pihak pemilik kapal baru mengetahui terjadi pembajakan pada 26 Maret 2016 saat menerima telepon dari seseorang yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf.
Saat ini, Kapal Brahma 12 sudah dilepaskan dan sudah di tangan otoritas Filipina, sementara Kapal Anand 12 dan sepuluh awak kapal WNI masih berada di tangan pembajak.