REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay mendesak agar kepolisan bisa bersikap transparan atas kasus tewasnya Siyono warga Kampung Brengkungan, Desa Pogung, Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Sebab, bila terus dibiarkan tak terselesikan maka kasus ini akan menjadi tragedi kemanusian bagi para pencari keadilan.
“Semakin ditutup malah kasus akan semakin terbuka dan kian membuat penasaran publik. Di buka saja lebih baik agar semua jadi jelas. Bila ada oknum aparat Densus 88 salah maka harus diberi hukuman setimpal,’’ kata Saleh, kepada Republika.co.id, Kamis (31/3).
Menurut Saleh sebagai institusi sipil yang bertugas menegakkkan hukum, polisi tidak bisa berbuat gegabah dengan mengabaikan aturan hukum dan ‘standard operating procedur' (SOP). Akibatnya tugas yang diembannya bukanlah tugas operasi tempur yang bisa menafikan hak-hak hukum yang dijadikan sasaran.
‘’Bahkan dalam operasi perang pun ada aturannya. Nah, saya bertanya apakah SOP saat menangkap Siyono itu dilakukan atau tidak. Bila tidak diindahkan maka pasti akan terjadi kesewenang-wenangan atau pelanggaran HAM. Jadi polisi harus jelaskan apa yang sebenarnya terjadi saat Densus 88 menangkap Siyono,’’ ujar Saleh.
Dan yang paling dikhawatirkan, lanjut Saleh adalah bila polisi tidak bersedia menjelaskan kasus itu dengan seterangan mungkin, maka kepercayaan pubik, khususnya umat Islam, akan memudar. Situasi ini akan kembali pada masa lalu, yakni ketika Indonesia berada di bawah kungkungan rezim otoriter.
‘’Kami di DPR tidak ingin suasana zaman yang otoriter terulang kembali. Polisi tugasnya menegakkan hukum, bukan melakukan operasi tempur. Kita semua rugi bila poisi tidak bersikap membuka diri. Dan bila kebali ke zaman otoriter maka polisi juga yang akan merasakan ruginya," tegas Saleh.