REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil kajian indeks kualitas fasilitas kesehatan BPJS Kesehatan menunjukkan pencapaian kualitas input sebesar 79 persen, proses 65 persen, dan outcome 76 persen, dengan rata-rata sebesar 73 persen. Kajian dilakukan di 49 kabupaten/kota dari 14 provinsi yang dipilih secara acak.
Data diambil melalui survei dan wawancara kepada 533 orang pengelola Puskesmas, dokter praktek pribadi, klinik, dan rumah sakit, serta dari kuesioner kepada 1.893 pasien peserta BPJS.
Kajian dilakukan oleh Grup Penelitian dan Pengembangan BPJS Kesehatan bekerja sama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada pada akhir tahun 2015 dalam rangka mulai membangun sistem pengukuran cakupan efektif dari program Jaminan Kesehatan Nasional/JKN.
Kepala Divisi Manajemen Mutu, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM Hanevi Djasri mengatakan, kualitas input dinilai melalui survei dan wawancara kepada pimpinan atau pengelola fasilitas kesehatan meliputi jenis pelayanan, sumber daya manusia, peralatan dan sarana-prasarana.
"Kualitas proses dan outcome dinilai berdasarkan pendapat atau persepsi dari pasien berdasarkan pengalaman mereka saat mendapatkan pelayanan," katanya, Kamis, (31/3).
Proses meliputi lama tunggu, interaksi antara dokter dengan pasien, pemeriksaan fisik dan terapi. Sedangkan outcome terdiri dari perubahan tingkat pengetahuan dan perilaku, serta kepuasan pasien.
Cakupan efektif atau effective coverage adalah informasi seberapa banyak masyarakat yang membutuhkan suatu pelayanan kesehatan (need), mendapatkan pelayanan tersebut (use) dengan mutu pelayanan yang baik (quality).
Ukuran ini diajukan oleh WHO dan Bank Dunia untuk digunakan oleh seluruh negara yang sedang berusaha mewujudkan cita-cita cakupan kesehatan semesta atau universal health coverage, yaitu menyediakan pelayanan kesehatan bermutu sesuai kebutuhan tanpa beban finansial bagi seluruh penduduk.
Kajian yang telah dilakukan ini belum dapat memberi informasi apa saja faktor yang mempengaruhi kualitas fasilitas kesehatan, namun peningkatan jumlah peserta BPJS diikuti dengan peningkatan jumlah pasien rawat jalan dan rawat inap di Fasilitas Kesehatan tanpa disertai dengan peningkatan kapasitas pelayanan akan sangat mempengaruhi kualitas.
Metode kajian ini menggunakan metode dan instrumen yang sama seperti telah digunakan oleh BPJS pada tahun 2014. Meski belum dapat memberikan informasi jelas mengenai cakupan efektif, namun kajian ini dapat menjadi sumber informasi bagi seluruh pemangku kepentingan dalam rangka menyusun berbagai upaya peningkatan kualitas di Fasilitas Kesehatan dan akan dijadikan acuan BPJS Kesehatan untuk membangun mekanisme pengukuran cakupan efektif bersama stakeholders kesehatan lainnya.
Mekanisme pengukuran tersebut diusulkan akan meliputi penggunaan mekanisme pemantauan yang telah ada seperti oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan institusi lainnya. Instrumen pengukuran juga akan disesuaikan dengan Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2013, yaitu mencakup aspek keamanan pasien, efektifitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien, dan efisiensi biaya.