REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kematian terduga teroris asal Klaten, Siyono, masih menjadi teka-teki. DPR diminta melakukan fungsinya mengusut dugaan pelanggaran HAM yang terjadi.
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Donal Fariz, meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mebentuk Panitia Khusus (Panitia Khusus), untuk menguak dugaan pelanggaran HAM yang menimpa Siyono. Ia berharap DPR yang merupakan legislatif, dapat menjalankan fungsi melakukan pengawasan kepada eksekutif dan penegak hukum.
"Bentuk pansus, panggil Kapolri sebagai pimpinan untuk bertanggungjawab," kata Donal, Jum'at (1/4).
Ia turut mempertanyakan kinerja Detasemen Khusus (Densus) 88, yang menamakan diri sebagai pasukan elite tapi melakukan tindakan yang jauh dari kata elite. Padahal, lanjut Donal, dengan pelatihan yang dilakukan dan dikatakan sebagai salah satu yang terbesar di Asia Tenggara, Densus 88 dituntut kehati-hatian dan bertindak secara elite.
Donal menilai tindakan ilegal penegak hukum merupakan bentuk terorisme yang baru, dan seperti dilegalisasi negara untuk melakukannya. Ia menegaskan, terorisme memang kejahatan yang memang harus diberantas, tapi tidak dilawan dengan tindakan terosisme yang berarti melawan kejahatan dengan kejahatan.
Terkait Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan yang mengadvokasi Suratmi, ia menekankan gerakan itu tidak dalam konteks membela terorisme. Menurut Donal, itu merupakan gerakan dukungan untuk seorang istri yang suaminya diambil paksa oleh negara, dan dipulangkan begitu saja dengan kondisi tidak bernyawa.