REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI Komisi V dari Fraksi PPP Arwani Thomafi mengatakan, pelarangan minuman beralkohol (minol) tanggungjawab dari masyarakat dan aparat penegak hukum. Sehingga prinsip pelarangan minol yang akan dilakukan DPR RI bukan karena aspek agama, namun dilihat dari segi kesehatan, sosial dan ekonomi.
"Dampak-dampak negatif itu, di bidang kriminalitas. Itulah yang menjadi perhatian kita. Bukan jadi soal Islam dan tidak Islam, dan ini kepentingan bersama untuk warga negara Indonesia," kata dia, Jumat (1/4).
Arwani menuturkan satu bukti yang menjadi usulan di DPR RI dalam RUU larangan minuman beralkohol sangat beralasan. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya Instruksi Gubernur Papua Nomor 3/INSTR-GUB-Tahun 2016 tentang pendataan orang asli Papua dan pelarangan produksi, pengedaran dan penjualan minuman beralkohol di Bumi Cendrawasih.
Berarti, kata Arwani pelarangan minuman beralkohol sebagai satu bentuk aspirasi dari masyarakat. "Ya, kalau saya sebagai salah satu pengusul (RUU Larangan minol). Melihat bahwa dengan melakukan pelarangan itu dampak-dampak ke depannya terkait dalam hal itu, adalah tanggungjawab bersama," kata dia.
Selama ini, pelarangan minuman keras di kota-kota besar memang sangat minim. Meskipun di beberapa daerah sudah ada pelarangan. "Kalau di Aceh larangan total," kata dia.
Baca juga, MUI Beri Selamat Kepada Gubernur Lukas yang Terbitkan Ingub Antimiras.
Untuk perda perlarangan minol di antaranya, Kabupaten Manokwari Papua, Kabupaten Sleman Yogyakarta, Kabupaten Banjarbaru Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Papua dan lain-lain.
Pada, Kamis (31/3), perkembangan kerja panitia khusus (pansus) RUU Minol pada masa sidang III DPR Tahun 2015-2016 telah memasuki tahapan akhir dalam rangka penyerapan data.