REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK akan langsung menahan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja seusai diperiksa sebagai tersangka di gedung KPK, Jumat malam. "Betul sekarang yang bersangkutan sedang diperiksa dan nanti akan ditahan tapi belum ada konformasi ditahan di mana," kata pelaksana harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Ariesman datang ke gedung KPK pada sekitar pukul 19.50 WIB. Ia datang usai ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap terkait dengan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai reklamasi Teluk Jakarta.
KPK berhasil melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Kamis (31/3), namun Ariesman tidak ikut diamankan dalam penangkapan awal tersebut. "Tadi dia datang bersama kuasa hukumnya dan kemudian menemui penyidik. Saat ini yang bersangkutan sedang diperiksa lebih lanjut oleh penyidik. Dia menghubungi penyidik kemudian diantar oleh kuasa hukumnya ke sini," jelas Yuyuk.
Menurut Yuyuk, penyidik KPK sebelumnya sudah mencari-cari Ariesman di kantornya. "Sebelumnya dia besembunyi di kantornya, tapi sempat berpindah di Jakarta Barat. Sudah beberapa tempat yang didatangi penyidik untuk mencari AWJ," tambah Yuyuk.
Penyidik KPK juga menyita telepon selular milik Ariesman. "Tadi ada di satu tas tapi belum dibuka lagi penyidik apa isinya, yang jelas ada 'handphone' barangnya sudah ada di penyidik," ungkap Yuyuk.
Baca juga, Presdir Agung Podomoro Land Menyerahkan Dir ke KPK.
Ariesman disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.