REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Konsulat Jenderal RI di Penang, Malaysia, memastikan sembilang orang nelayan asal Sumatera Utara yang ditangkap di Malaysia pada 29 Maret lalu karena memasuki wilayah negara tersebut berada dalam keadaan sehat.
"Saya sudah berkoordinasi dengan pihak Konjen (Konsulat Jenderal) RI untuk Penang dan pihak Malaysia soal kondisi nelayan yang ditangkap APMM (Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia) dan mereka memastikan semua dalam keadaan aman dan sehat," ujar anggota DPD RI dari Sumatera Utara Parlindungan Purba di Medan.
Sembilan nelayan tersebut diketahui berasal dari Kabupaten Deliserdang dan penduduk Langkat. Nelayan yang ditangkap adalah Andre (tekong/nahkoda) dan anak buah kapal atau ABK yakni Rido, 25 tahun, Ridwan dan Irwan (17), Kemudian Mesnan (42 tahun, nahkoda), daan ABK masing-masing Herman (22), Fajar(20), Abu Bakar (35) dan Soni (27).
"Para nelayan tersebut saat ini masih menjalani penahanan untuk menunggu proses persidangan," katanya.
Parlindungan mengakui batas perairan antara Indonesia dan Malaysia masih terus dalam pembahasan untuk disepakati bersama . Sebelum ada kesepakatan soal kawasan "abu-abu" itu, ujar Parlindungan, kedua negara sepakat untuk menangani secara baik soal nelayan yang dalam operasionalnya tanpa sengaja memasuki batas kedua negara itu.
Pemerintah Indonesia sendiri sedang dan terus berupaya agar tidak ada lagi kasus nelayan yang ditangkap di Malaysia. Upaya penekanan jumlah nelayan antara lain dilakukan dengan memberi bantuan kapal ikan, alat deteksi batas peraiaran hingga peningkatan atau menjaga produksi hasil ikan di dalam negeri.
"Penyelamatan atau pemulangan nelayan yang ditangkap juga terus dilakukan," katnya.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut Zonny Waldy mengatakan pada 2015 ada 124 orang nelayan yang ditahan di Malaysia dan sebagian dipulangkan sehingga tinggal 66 orang nelayan.
"Pemulangan terakhir yang difasiltasi Konjen RI di Penang dan DPD RI serta Pemprov Sumut, ada sebanyak 9 orang," katanya.
Konjen RI di Penang Taufik Rodi menyebutkan sebenarnya pemerintah Indonesia dan Malaysia sudah membicarakan soal nasib nelayan khususnya yang ditangkap karena memasuki zona "abu-abu". Kesepakatan itu sudah terbukti dimana nelayan Sumut yang tertangkap hanya ditahan sekitar 1-3 bulan dari hukuman yang seharusnya jauh lebih lama.