REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat lingkungan Ubaidillah menilai kritik terhadap reklamasi Teluk Jakarta bukan hanya ditujukan untuk DPRD DKI Jakarta yang salah satu anggotanya tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia menjelaskan, justru pihak pemerintah provinsi yang justru hendaknya dikritik terlebih dahulu sebelum legislatif.
"Karena segala kebijakan lebih banyak di eksekutif, termasuk kalau kita kaitkan dengan rancangan peraturan daerah. Kan yang menggodok adalah eksekutif dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)," jelas mantan Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) DKI Jakarta ini saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (3/4).
Usai dibahas eksekutif, Raperda kemudian diajukan untuk dibahas bersama DPRD. Dia mengatakan sebelum ramai pemberitaan soal raperda reklamasi pantai, sudah muncul izin Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI yang dikeluarkan pada 2013-2014. (Baca: Kronologi Lengkap Reklamasi Teluk Jakarta).
Misalnya ketika mulai memberikan izin untuk Pulau G berdasarkan SK Gubernur Nomor 2238 Tahun 2014 ke PT Muara Wisesa Samudra. Ketika skandal itu mencuat, kontroversi pun bermunculan. Banyak gugatan dari berbagai lembaga, termasuk dari Walhi DKI Jakarta dan jaringannya.
Untuk itu, Ubaidillah menyarankan agar ada evaluasi, audit, bahkan moratorium terkait reklamasi pantai utara Jakarta. "Supaya kelihatan semua persoalan sejak awal reklamasi hingga sekarang," kata dia. Regulasi perihal reklamasi tersebut bermula ketika 1990-an. Namun fisik pelaksanaannya baru berjalan pada 2004.
Seperti diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menganggap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi. Diduga, politikus Gerindra tersebut menerima suap dari perusahaan pengembang untuk memuluskan rancangan peraturan daerah mengenai reklamasi di Teluk Jakarta.
Komisi D DPRD DKI Jakarta memang saat ini tengah membahas rancangan peraturan daerah (raperda) Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantai Utara (RZWP3K) dan revisi peraturan daerah (perda) Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantai Utara Jakarta. Pembahasan tersebut pun hingga kini masih tarik ulur.