REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus suap yang melibatkan Presiden Direktur Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja, dan Ketua Komisi D DPRD Jakarta, Mohamad Sanusi, semakin memperkuat dugaan adanya ketidakberesan dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta. Karena itu, pemerintah dinilai sudah selayaknya menghentikan proyek tersebut.
"Kami sedari awal percaya proyek reklamasi itu memiliki banyak masalah, dan sekarang terungkap bahwa proyek itu sangat rentan dengan praktik korupsi," ujar Ketua Umum DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), M Riza Damanik, kepada Republika.co.id, Ahad (3/4).
Ia menuturkan, KNTI sejak awal telah mewanti-wanti Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk menghentikan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Pasalnya, proyek itu dapat memperparah tingkat kerentanan masyarakat pesisir terhadap perubahan iklim dan mempersempit ruang penghidupan para nelayan tradisional yang mencari nafkah di kawasan tersebut.
Di samping itu, KNTI juga pernah menyoroti pelanggaran prosedur dan kewenangan yang dilakukan Ahok dalam menerbitkan izin reklamasi Pulau G kepada perusahaan pengembang PT Muara Wisesa Samudra. Sayangnya, semua peringatan tersebut tidak pernah diindahkan mantan bupati Belitung Timur itu.
Sebaliknya, Ahok secara diam-diam malah kembali menerbitkan izin pelaksanaan reklamasi Pulau F, I, dan K sepanjang Oktober-November 2015. Masing-masing surat izin itu diberikan kepada PT Jakarta Propertindo, PT Jaladri Kartika Pakci, dan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk.