REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Koordinator Bidang Pendidikan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Muhadjir Effendy mengaku mengapresiasi kebijakan Universitas Andalas (Unand), Sumatra Barat, yang memberi kesempatan bagi para siswa Muslim hafiz Alquran untuk berkuliah di sana.
Namun, lanjutnya, alangkah baiknya bila kebijakan tersebut juga dapat diberlakukan pada calon mahasiswa non-Muslim.Ia menilai, proses penyelenggaraan pendidikan publik, dalam konteks ini adalah perguruan tinggi umum, harus terbebas dari kecenderungan diskriminatif.
"Jadi alangkah bagusnya hal semacam itu juga diterapkan untuk (calon mahasiswa) yang beragama selain Islam. Sehingga prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan publik non diskriminasi itu terjamin," jelas Muhadjir kepada Republika.co.id, Ahad (3/4).
Muhadjir mencontohkan, universitas terkait dapat menyusun tahap seleksi tersendiri bagi calon mahasiswa non Muslim. "Misalnya, yang Kristen harus hafal Injil. Jadi tidak hanya dikhususkan untuk Muslim," ucapnya.
Kendati demikian, Muhadjir berpendapat, kebijakan Unand memberi kesempatan khusus bagi para calon mahasiswa hafiz Alquran untuk berkuliah, sah-sah saja dilakukan. Selama hal tersebut sesuai prosedur dan tidak melanggar peraturan penyelenggaraan pendidikan dari otoritas terkait.
Dia menjelaskan, kebijakan seperti yang dilakukan Unand, menurut dia, memberi dampak tersendiri bagi para siswa Muslim yang hendak berkuliah. "Ini penting untuk memotivasi siswa Muslim untuk lebih mencintai lagi membaca Alquran," ujar Muhadjir.
Pada 2015, melalui pola penerimaan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN), Unand menerima 19 calon mahasiswa yang hafal Alquran minimal lima juz. Sebanyak 12 prodi menerima mahasiswa-mahasiswa tersebut.
Kebijakan menerima para hafiz Alquran akan kembali diterapkan Unand tahun ini. Para calon mahasiswa hafiz Alquran tersebut, nantinya akan diuji oleh tim penguji halafan Alquran yang memiliki reputasi level nasional.