Senin 04 Apr 2016 00:33 WIB

Tiga Poin UU Pilkada yang Perlu Direvisi versi Perludem

Rep: Wisnu Aji Prasetiyo/ Red: Achmad Syalaby
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah didesak untuk segera melakukan revisi Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjelang digelarnya proses Pilkada 2017.

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggaraini mengatakan jika merujuk pada UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 5 Huruf g menjelaskan bahwa salah satu asas formulasi kebijakan publik ialah keterbukaan. Hal itu, kata dia, disampaikan bahwa sebagai payung hukum yang menaungi proses penyelenggaraan pilkada.

"Pada gelombang pertama tahun 2015 terdapat catatan sehingga mau tidak mau harus dievaluasi undang-undangnya," kata Titi dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Ahad (3/4).

Menurut dia, hal itu, dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pilkada dari segi proses hingga akhir pemilihan umum.Titi menambahkan dalam revisi tersebut ada tiga poin yang harus diperbaiki.

Pertama, kata dia,  dibebankannya anggaran penyelenggaraan pilkada kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang berdampak pada terciptanya conflict of interest terhadap calon kepala daerah. Kedua, persoalan metode pencalonan kepala daerah mulai dari syarat dan ketentuan pendaftaran calon kepala daerah yang bermasalah. "Seperti bebas bersyarat," ujar Titi.

Ketiga, lanjut dia, pelanggaran dan penegakan hukum pemilu seperti politik uang sampai dengan transparansi dan akuntabilitas dana kampanye. Hal itu, tambah dia, masih menjadi catatan pesoalan yang mendesak untuk diperbaiki. Titi menambahkan, revisi UU Pilkada adalah tantangan bagi anggota Komisi II DPR dan pemerintah untuk melakukan perbaikan.

"Jangan sampai dengan keterbatasan waktu berdampak pada terbatasnya pula substansi revisi yang tidak akan menyelesaikan persoalan penyelenggaraan pilkada serentak," katanya. Pada hakekatnya, kata dia, kebijakan publik hadir sebagai respons negara untuk menyelesaikan persoalan yang ada."Bukan malah menimbulkan persoalan baru ," ujarnya.

 

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement