REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PPP kubu Djan Faridz akan segera surati Presiden Joko Widodo mengenai ketidakhadiran kubu tersebut di dalam Muktamar Islah yang digelar yang digelar kepengurusan muktamar Bandung.
Hal tersebut disampaikan Ketua Bidang Hukum Partai Persatuan Pembangunan versi Muktamar Jakarta Triana Dewi Seroja. Sebelumnya, Romahurmuziy mengklaim, Presiden Joko Widodo akan menghadiri muktamar tersebut. Meski demikian, Djan Faridz menegaskan, Jokowi hanya akan menghadiri muktamar yang sah di mata hukum.
"DPP solid semua. Terbukti pada saat Mukernas II kemarin tanggal 29 sampai 30 Maret 2016, yang salah satu rekomendasinya yaitu menolak muktamar islah," kata Triana melalui pesan elektronik di Jakarta, Ahad (3/4).
Dia mengatakan muktamar yang digelar tersebut adalah muktamar melawan hukum. Karena itu pihaknya tidak pernah memberikan rekomendasi atau mandat pada pengurus muktamar Jakarta untuk hadir pada acara tersebut.
Pada dasarnya, Triana pun menganggap wajar perbedaan pendapat terlebih dalam dunia politik yang penuh dinamika ini.Hanya saja, dia tak setuju jika ada pihak yang mengatasnamakan Pengurus Muktamar Jakarta tapi hadir dalam perhelatan Muktamar Islah, karena sikap kubunya sudah jelas menolak Muktamar Islah.
"Sepanjang AD-ART PPP dari jaman berdiri sampai sekarang, tidak pernah ada istilah muktamar islah," kata Triana.Dia menjelaskan, Muktamar ke VIII partai berlambang Kabah itu sudah dilakukan pada tgl 30 Oktober 2014 di Hotel Sahid di Jakarta dengan kepengurusan yang dipimpin Djan Faridz.
"Dan untuk perselisihan internal PPP sendiri secara hukum telah selesai dengan adanya putusan MA RI No.601 yang telah menolak permohonan penggugat yang memohon untuk kembali ke muktamar Bandung dan Majelis Hakim memutuskan kepengurusan Muktamar Jakarta adalah kepengurusan PPP yang sah. dengan demikian kenapa ada muktamar lagi? Bukankah itu melawan hukum karena bertentangan dengan putusan MA RI No.601?" kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia mengesahkan kembali kepungurusan Partai Persatuan Pembangunan ke hasil Muktamar PPP di Bandung 2011 lalu.
Keputusan ini merupakan jalan tengah pasca dicabutnya hasil Muktamar PPP Surabaya 2014 yang memenangkan Romahurmuziy atau Romi dan ditolaknya Muktamar PPP Jakarta pada tahun yang sama oleh MA yang memenangkan Djan Faridz sebagai ketua umum PPP.