REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Uung Sendana dari Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia menegaskan memakai isu SARA untuk mempengaruhi masyarakat menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada) bertentangan dengan konstitusi. Indonesia adalah negara Bhineka Tunggal Ika yang berdasarkan pada Pancasila.
"Isu sara itu isu yang ketinggalan zaman, jadi sebaiknya ditinggalkan, saya pribadi sangat menentang dukungan pada suatu calon berdasarkan etnisitas atau agama seseorang," kata Uung, Senin (4/4).
Menurut Uung, para pendahulu, tokoh nasional maupun tokoh agama jelas menyadari bahwa Indonesia adalah negara yang plural sehingga mereka memilih Pancasila dan menghilangkan 7 kalimat. Hal tersebut menunjukkan kebesaran jiwa dan semangat nasionalisme mereka.
Untuk itu, Uung mengimbau agar masyarakat tidak terpengaruh dengan isu-isu SARA. Dalam memilih pemimpin, Uung meminta masyarakat justru jeli terhadap program kerja yang ditawarkan oleh calon pemimpin dalam kampanye ketimbang terpengaruh dengan isu SARA.
Uung juga meminta masyarakat untuk lebih mengutamakan pemimpin yang memiliki karakter, kejujuran dan keberpihakan pada masyarakat, bangsa dan negara. Karena, pada dasarnya Tuhanlah yang menggendaki adanya perbedaan.
"Maka untuk apa kita memungkiri kehendak Tuhan YME? Kalau Tuhan mau mestinya kita semua bisa sama. Tapi tidak kan? Maka jangan mau pilihan kita dipengaruhi hal-hal yang semu," tegas Uung.